Pengertian Fatigue secara Medis, Gejala, hingga Penyebabnya

Bru
Rabu, 09 Juli 2025 | 09:01:43 WIB
pengertian fatigue

Pengertian fatigue adalah penurunan kemampuan tubuh dalam menoleransi aktivitas fisik secara alami dalam sistem fisiologis manusia.

Penyebab dari kondisi ini sangat bergantung pada sifat dan karakteristik pekerjaan yang dijalani seseorang (Septiani, 2010).

Beberapa faktor seperti tubuh yang kurang bugar, tekanan dari rutinitas harian, olahraga yang terlalu intens, serta kurangnya waktu istirahat yang cukup, bisa menjadi pemicu timbulnya kelelahan (Akoso, 2009).

Secara umum, kelelahan terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan pikiran. 

Kelelahan mental muncul akibat aktivitas kognitif yang terlalu berat, misalnya rasa bosan karena menurunnya ketertarikan terhadap suatu aktivitas. 

Sebaliknya, kelelahan fisik muncul akibat penggunaan tenaga otot secara berlebihan dalam kegiatan fisik (Giriwijoyo, 2012).

Dengan memahami pengertian fatigue, kita dapat lebih waspada terhadap penyebab dan dampaknya, serta mulai menerapkan pola hidup yang mendukung pemulihan energi secara optimal.

Pengertian Fatigue

Pengertian fatigue berasal dari kata dalam bahasa Latin "fatigare", yang berarti hilang atau lenyap. Secara umum, istilah ini menggambarkan perubahan kondisi dari kekuatan optimal menjadi semakin melemah.

Pada tahun 2006, Work Cover New South Wales memberikan penjelasan mengenai kelelahan dalam konteks sektor transportasi jarak jauh sebagai rasa lelah yang timbul baik dari aktivitas fisik maupun penurunan kondisi mental.

Kelelahan memiliki dampak terhadap kemampuan tubuh secara keseluruhan, mencakup aspek fisik, mental, dan emosional. 

Akibatnya, seseorang menjadi kurang sigap, yang tercermin dari lambatnya reaksi terhadap rangsangan dan menurunnya koordinasi gerak (Australian Safety and Compensation Council, 2006).

Holding (1983) menjelaskan kelelahan sebagai penurunan dalam kinerja yang ditandai dengan berkurangnya hasil kerja atau meningkatnya kesalahan akibat durasi kerja yang terlalu panjang. 

Sementara itu, Macdonald memandang kelelahan sebagai proses bertingkat, yang menyebabkan penurunan kapasitas tubuh karena akumulasi aktivitas fisik yang dilakukan.

Dalam definisi yang dikemukakan oleh Job dan Dalziel (2001), kelelahan terjadi akibat keterbatasan energi atau kapasitas sel dalam mempertahankan fungsi otot dan sistem saraf pusat setelah melakukan aktivitas fisik maupun mental, ditambah durasi istirahat yang tidak memadai. 

Mereka menganggap kelelahan sebagai hasil dari aktivitas yang menguras sumber daya tubuh, baik secara alami maupun dari proses kerja yang berkelanjutan (Australian Safety and Compensation Council, 2006).

Menurut International Maritime Organization (IMO) pada tahun 2001, kelelahan adalah hasil dari penggunaan berlebihan terhadap aspek mental, fisik, dan emosional, yang berdampak pada menurunnya hampir seluruh kemampuan tubuh, termasuk kecepatan, kekuatan, koordinasi, reaksi, serta kemampuan mengambil keputusan.

Secara sederhana, kelelahan dapat diartikan sebagai rasa lelah akibat pemakaian tenaga yang berlebihan. 

Dalam arti lain, kelelahan mencakup berbagai kondisi, dari keletihan umum hingga sensasi panas atau perih di bagian otot tertentu sebagai akibat kerja fisik yang intens.

Makna kelelahan sendiri tidak bersifat tunggal. Definisi dan pemahamannya sangat tergantung pada disiplin ilmu yang digunakan. 

Hingga kini, belum ada satu istilah yang secara tepat dan universal mampu menggambarkan seluruh aspek dari kondisi ini, bahkan sering kali menimbulkan kebingungan.

Dalam konteks tulisan ini, kelelahan dipahami sebagai menurunnya kesadaran dan kinerja akibat tekanan berlebih, baik secara fisik, mental, maupun emosional. 

Sementara pemahaman yang lebih sempit biasanya hanya mengacu pada rasa lelah secara fisik, karena kebanyakan individu lebih menyadari keluhan yang dirasakan tubuh secara langsung.

Tanda-tanda kelelahan, baik dalam bentuk perasaan maupun perubahan fisik, berbeda pada setiap orang. 

Dari sudut pandang keselamatan kerja, kesehatan medis, hingga psikologi, semua memiliki perspektif tersendiri dalam menjelaskan kondisi ini, tergantung pendekatan keilmuan yang digunakan.

Sistem Penggerak Kelelahan

Proses terjadinya kelelahan dikendalikan langsung oleh otak. Di dalam sistem saraf pusat, terdapat bagian yang memiliki peran penting dalam mengatur berbagai fungsi tubuh secara menyeluruh dan stabil, yaitu formasi retikular atau sistem aktivator yang terletak di medula. 

Bagian ini memiliki tugas untuk mengatur tingkat kepekaan pada korteks serebri, baik dengan meningkatkannya maupun menurunkannya.

Korteks serebri sendiri berfungsi sebagai pusat kendali kesadaran, yang mencakup pengaturan refleks, kemampuan dalam merespon rangsangan, kehendak, serta pengalaman perasaan yang dirasakan secara pribadi (Rodahl, 1993).

Gejala Kelelahan

Kelelahan dapat diartikan sebagai penurunan kemampuan dalam melakukan suatu keterampilan akibat penggunaannya secara terus-menerus dalam waktu lama atau karena dilakukan berulang-ulang. 

Kondisi ini juga dapat dipengaruhi oleh tekanan fisik, kondisi fisiologis, serta aspek psikologis. Dalam aktivitas berkelanjutan, terdapat tiga tahap kondisi performa seseorang yang menunjukkan tingkat kelelahan berbeda.

Tahap Pertama

Pada tahap awal ini, seseorang mulai merasakan berkurangnya fokus atau konsentrasi meskipun aktivitas yang dilakukan masih tergolong ringan. 

Situasi semacam ini kerap disebut sebagai fase pemanasan, di mana tubuh dan pikiran mulai merespons aktivitas yang sedang dijalani.

Tahap Kedua

Di tahap ini, individu merasa dirinya mampu melanjutkan aktivitas dalam waktu yang cukup lama. Namun, perlahan ia mulai menyadari bahwa energi yang dimiliki terbatas dan pekerjaan terasa lebih berat dibanding sebelumnya. 

Ini merupakan sinyal awal dari timbulnya kelelahan, meskipun kemampuan dalam menyelesaikan tugas belum terlihat menurun secara langsung.

Kondisi ini dikenal sebagai kompensasi penuh, yaitu saat tubuh sudah mulai kelelahan, tetapi performa kerja masih bertahan. 

Situasi ini bisa terjadi karena dorongan rasa tanggung jawab, kualitas pelatihan yang dimiliki, atau karena kondisi tubuh yang masih sehat secara umum.

Tahap Ketiga

Tahapan selanjutnya ditandai dengan meningkatnya rasa lelah yang dirasakan, sementara kinerja secara perlahan mulai melemah. 

Namun, emosi yang kuat bisa memberi dorongan mendadak terhadap kemampuan seseorang sehingga performanya justru bisa melampaui kondisi optimalnya. 

Misalnya, ketika seseorang merasa sangat bersemangat saat menonton suatu acara, rasa lelah bisa tertutupi oleh energi emosional tersebut.

Sebaliknya, ketika menerima kabar duka, performa bisa langsung merosot drastis karena beban emosional negatif. 

Hal yang penting diperhatikan adalah saat tubuh mencapai titik maksimal performa, yang menandai bahwa tubuh sudah mulai kelelahan. 

Pada titik ini, aktivitas sebaiknya dihentikan. Jika seseorang terus memaksakan diri melebihi batas tersebut, hal itu dapat membahayakan keselamatannya.

Penyebab Fatigue

Menurut Giriwijoyo (2006), rasa lelah dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti menurunnya cadangan energi tubuh, menumpuknya asam laktat, terganggunya keseimbangan elektrolit, serta ketidakseimbangan antara cairan yang masuk dan keluar dari tubuh.

Saat seseorang melakukan aktivitas olahraga dengan durasi singkat namun intensitas tinggi, tubuh membutuhkan peningkatan suplai energi yang sangat besar—bahkan bisa mencapai seratus kali lipat. 

Sayangnya, tubuh tidak dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan energi dalam situasi seperti ini sangat bergantung pada jalur energi dari sistem anaerob glikolisis dan fosfagen.

Sistem fosfagen sendiri hanya mampu menyediakan energi selama kurang dari 10 detik. Maka dari itu, glikolisis anaerob menjadi jalur metabolik utama untuk memenuhi kebutuhan energi dalam olahraga intensitas tinggi. 

Namun, proses glikolisis anaerob ini menghasilkan limbah berupa asam laktat. Ketika zat ini menumpuk, tubuh akan mulai mengalami rasa lelah (Septiani, 2010).

Asam laktat yang tersimpan dalam jaringan otot dapat menghambat kerja enzim dan mengganggu jalannya reaksi kimia dalam sel otot. 

Kondisi ini memperlambat kontraksi otot dan akhirnya menyebabkan otot menjadi lemah dan terasa lelah (Widiyanto, 2012).

Untuk membantu mempercepat proses pemulihan setelah mengalami rasa lelah, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan. Salah satunya adalah teknik pijat dan mandi kontras (contrasbath), sebagaimana dijelaskan oleh Giriwijoyo (2010).

Pijat adalah metode sentuhan fisik menggunakan tangan untuk meredakan gejala dan mempercepat proses pemulihan tubuh, tanpa perlu penggunaan obat-obatan. 

Teknik ini bertujuan agar otot menjadi lebih rileks, meningkatkan fleksibilitas, mencegah rasa nyeri, serta memperlancar sirkulasi darah (Wiyoto, 2011).

Sementara itu, menurut Mulyono (2011), mandi kontras juga bisa menjadi metode efektif dalam mempercepat pemulihan tubuh. 

Berdasarkan hasil penelitiannya, respon positif terhadap teknik ini mencapai 96,72%, lebih tinggi dibandingkan dengan istirahat tanpa perlakuan khusus yang hanya menunjukkan angka 92,82%. 

Dari perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa mandi kontras memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan istirahat pasif.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Cochrane (2004), yang menyebutkan bahwa metode mandi kontras kerap digunakan oleh atlet untuk mempercepat pemulihan usai latihan. 

Cara ini bekerja dengan mempercepat aliran darah, yang akan membantu mengeluarkan sisa metabolisme seperti asam laktat secara lebih efisien.

Laporan dari Kepolisian Republik Indonesia yang dikutip oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi menyebut bahwa kelelahan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kecelakaan selama masa arus mudik dan arus balik lebaran. 

Setiap tahun, ratusan hingga ribuan korban luka maupun meninggal disebabkan oleh kejadian tersebut.

Kelelahan memiliki dampak besar terhadap keselamatan di jalan raya karena dapat menyebabkan penurunan konsentrasi, lambatnya respons, kesulitan dalam mengambil keputusan, serta terganggunya kemampuan menghitung jarak dan kecepatan secara akurat. 

Selain itu, koordinasi motorik pengemudi juga bisa menjadi tidak stabil. Akibatnya, kondisi lelah pada pengemudi dapat membahayakan tidak hanya dirinya, tetapi juga keluarganya dan penumpang yang dibawa. 

Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga kualitas istirahat dan tidur. Jika tubuh terasa lelah atau mengantuk, segera hentikan kendaraan dan beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Dalam buku Fitting the Task to the Human, Kroemer (1997) menggambarkan tingkat kelelahan di dunia industri seperti air yang mengisi sebuah tong. 

Air yang mengisi tong tersebut berasal dari berbagai faktor, seperti intensitas dan durasi aktivitas fisik maupun mental, kondisi lingkungan kerja, ritme biologis, masalah kesehatan, penyakit, hingga pola makan. 

Sementara itu, proses pemulihan digambarkan sebagai aliran air keluar dari tong tersebut, yang mampu mengurangi kadar kelelahan.

Kelelahan yang terus dirasakan dalam waktu lama dan sulit dihilangkan dapat berujung pada masalah psikologis, seperti depresi. 

Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk memahami kondisi ini secara menyeluruh dan mengetahui langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasinya.

Menurut National Transport Commission (2006), terdapat empat penyebab utama dari rasa lelah, yaitu:

1. Siklus Circadian

Tubuh manusia memiliki pola alami yang berulang setiap 24 jam, dikenal dengan nama ritme circadian. 

Ritme ini mengatur berbagai fungsi tubuh seperti pola aktivitas, kondisi fisik, sistem pencernaan, serta mendukung perlindungan organ-organ penting dalam tubuh.

Ketika siklus ini mengirimkan sinyal tertentu, maka tubuh bisa mengalami kondisi yang dikenal sebagai jet lag. 

Ritme circadian membantu tubuh menentukan waktu tidur pada malam hari dan waktu terjaga saat siang. Suhu tubuh akan turun saat malam hari agar seseorang bisa tidur, dan akan meningkat pada siang hari untuk mendukung kewaspadaan.

Pada malam hari, kerja sistem pencernaan akan melambat karena tidak adanya asupan makanan, sementara produksi hormon meningkat. 

Proses ini bertujuan untuk memulihkan kondisi tubuh setelah beraktivitas sepanjang siang. Ritme ini juga mengatur perilaku tubuh berdasarkan paparan cahaya dan kegelapan.

Saat pagi hari, seseorang akan merasa lebih terjaga. Namun, setelah makan siang, kewaspadaan akan sedikit menurun, lalu kembali meningkat menjelang sore. 

Menjelang malam, tubuh mulai mengalami penurunan kesadaran sebagai persiapan untuk istirahat. Puncak rasa kantuk dan turunnya suhu tubuh terjadi sekitar tengah malam.

2. Faktor Tidur

Setiap orang memiliki kebutuhan tidur yang berbeda-beda, namun umumnya membutuhkan waktu tidur sekitar 6–8 jam per hari.

Apabila seseorang tidur kurang dari waktu tersebut, maka akan terjadi kekurangan tidur. Kondisi ini akan semakin memburuk jika terus berlangsung tanpa pemulihan tidur yang cukup.

Bagi pengemudi yang bekerja dengan jadwal tidak tetap, hal ini bisa mengganggu durasi dan kualitas tidurnya. Kurangnya tidur berkepanjangan dapat menyebabkan peningkatan kelelahan yang membahayakan saat mengemudi.

Kekurangan tidur dapat dianggap sebagai utang tidur, dan satu-satunya cara untuk mengembalikannya adalah dengan tidur yang cukup. 

Tidur singkat bisa membantu mengurangi dampaknya sementara waktu, tetapi tidak bisa menjadi solusi jangka panjang atau pengganti tidur malam yang berkualitas.

3. Faktor Kesehatan

Mayoritas individu yang telah memasuki usia di atas 50 tahun kerap mengalami dengkuran ketika tidur malam, dan pada sebagian orang hal ini bisa menjadi gangguan yang cukup serius. 

Umumnya, masalah ini terjadi karena saat tertidur, saluran tenggorokan menyempit, sehingga aliran oksigen yang masuk ke tubuh menjadi lebih sedikit.

Di samping itu, beberapa penyakit seperti diabetes, apabila tidak dikendalikan dengan baik, dapat mempercepat timbulnya rasa lelah. Orang yang mengalami obesitas juga lebih rentan terkena berbagai gangguan kesehatan. 

Berat badan berlebih turut mengganggu kualitas tidur dan dapat menyebabkan masalah pernapasan saat tidur. Jika kelelahan dan tekanan emosional terus-menerus terjadi, hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dalam jangka panjang, misalnya meningkatkan risiko gangguan jantung.

Pengaruh lain yang turut memicu kelelahan datang dari konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, dan kebiasaan merokok. Banyak orang mengira bahwa merokok dapat membantu meningkatkan konsentrasi, terutama saat menyetir. 

Namun kenyataannya, semakin sering seseorang merokok, maka makin tinggi juga risiko terjadinya kerusakan paru-paru yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi fisik secara keseluruhan.

4. Faktor Pekerjaan

Beberapa aspek pekerjaan juga turut menyebabkan timbulnya kelelahan, seperti jam kerja yang terlalu panjang, keharusan menempuh perjalanan dalam waktu tertentu, sistem pengaturan waktu yang tidak fleksibel, serta permasalahan dalam pengangkutan dan distribusi barang.

Sebagai penutup,  pengertian fatigue mencerminkan kondisi saat tubuh dan pikiran mulai melemah akibat aktivitas berlebihan, sehingga perlu istirahat agar bisa kembali optimal.

Terkini