JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil membongkar kasus investasi bodong yang melibatkan jaringan internasional dengan modus penipuan melalui trading saham dan mata uang kripto. Total kerugian yang ditanggung oleh para korban mencapai Rp105 miliar, dengan jumlah korban saat ini tercatat sebanyak 90 orang, yang diperkirakan akan terus bertambah.
Kasus ini pertama kali terungkap berkat laporan-laporan yang masuk ke Polri. Dalam konferensi pers yang digelar di Bareskrim Polri pada Rabu, 19 Maret 2025, Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, menyampaikan informasi terbaru terkait kasus ini. "Sampai dengan saat ini, jumlah korban mencapai 90 orang dan diperkirakan terus bertambah," ujar Himawan. Ia menambahkan bahwa para korban tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Menurut Himawan, pihaknya berhasil melacak dan mengidentifikasi para pelaku setelah menerima sejumlah laporan polisi (LP) yang dilaporkan pada bulan Januari dan Februari 2025. Laporan-laporan tersebut meliputi LP/B/25/I/2025/SPKT/Bareskrim Polri yang tercatat pada 15 Januari 2025, LP/B/31/I/2025/SPKT/Bareskrim Polri pada 17 Januari 2025, dan LP/B/84/II/2025/SPKT/Bareskrim Polri yang diajukan pada 14 Februari 2025.
Modus Operandi: Trading Saham dan Kripto Palsu
Modus operandi yang digunakan oleh para pelaku dalam kasus ini adalah menawarkan investasi pada trading saham dan mata uang kripto dengan iming-iming keuntungan yang besar dan cepat. Pelaku memanfaatkan pesatnya perkembangan teknologi digital dan tingginya minat masyarakat terhadap pasar saham serta mata uang digital, khususnya kripto, untuk menarik minat para calon korban.
Para pelaku menyebarkan informasi tentang peluang investasi melalui berbagai platform online, termasuk media sosial dan aplikasi berbagi pesan. Mereka meyakinkan para calon korban bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan besar hanya dengan melakukan investasi dalam jumlah tertentu. Namun, setelah para korban mentransfer dana, mereka tidak mendapatkan keuntungan seperti yang dijanjikan. Selain itu, dana yang dikumpulkan juga tidak dipergunakan untuk investasi, melainkan diduga disalahgunakan oleh para pelaku.
Dalam kasus ini, modus yang digunakan sangat mirip dengan skema Ponzi, di mana dana dari korban baru digunakan untuk membayar korban lama. Hal ini membuat para pelaku dapat terus beroperasi dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya terungkap.
Kerugian yang Mencapai Rp105 Miliar
Total kerugian yang dialami oleh para korban diperkirakan mencapai Rp105 miliar. Nilai ini merupakan hasil akumulasi dari sejumlah investasi yang dilakukan oleh para korban yang tertipu oleh janji-janji keuntungan tinggi yang tidak realistis. Kerugian yang cukup besar ini menunjukkan bagaimana maraknya penipuan investasi di sektor kripto dan saham yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat terhadap investasi yang sebenarnya berisiko.
Brigjen Himawan Bayu Aji menjelaskan bahwa meskipun korban sudah merasa dirugikan, mereka masih sulit untuk menarik dana mereka dari platform investasi yang digunakan oleh pelaku. “Banyak korban yang telah menginvestasikan dana mereka, namun sulit untuk menarik kembali uang tersebut, karena platform yang digunakan oleh pelaku tidak memiliki izin resmi dan tidak terdaftar di otoritas pengawasan,” jelas Himawan. Ia menambahkan bahwa pelaku sangat pintar dalam menyamarkan jejak mereka, sehingga mempersulit proses investigasi.
Jaringan Internasional yang Terlibat
Dittipidsiber Bareskrim Polri mencatat bahwa jaringan yang terlibat dalam kasus ini tidak hanya beroperasi di Indonesia, tetapi juga melibatkan pihak-pihak yang berada di luar negeri. Hal ini menambah kompleksitas penyelidikan, karena membutuhkan koordinasi lintas negara untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam skema penipuan internasional ini.
Polri bekerja sama dengan otoritas dari negara-negara lain yang terlibat, untuk melacak keberadaan para pelaku yang masih buron dan memastikan bahwa mereka dapat diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Sejauh ini, Polri telah mengidentifikasi beberapa pelaku yang berada di luar negeri dan tengah mengupayakan ekstradisi mereka.
Peran Masyarakat dan Peningkatan Waspada terhadap Investasi Bodong
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya edukasi masyarakat terkait risiko investasi yang tidak terdaftar dan tidak sah. Menurut Himawan, masyarakat harus lebih berhati-hati dan waspada terhadap tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi dalam waktu singkat, terutama jika tidak disertai dengan penjelasan yang jelas mengenai dasar hukum dan legalitas investasi tersebut.
“Kami mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi yang terlihat terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Pastikan terlebih dahulu bahwa investasi tersebut terdaftar dan diawasi oleh otoritas yang berwenang,” tegas Himawan.
Polri juga telah bekerja sama dengan pihak terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan yang menawarkan investasi di pasar saham dan kripto. Dalam beberapa kasus, perusahaan yang terlibat dalam skema investasi bodong seperti ini biasanya tidak memiliki izin resmi atau terdaftar di lembaga pengawas yang sah.
Edukasi dan Pencegahan melalui Pelatihan dan Sosialisasi
Sebagai upaya pencegahan, Dittipidsiber Polri telah mengadakan berbagai program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, baik melalui media sosial maupun kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan masyarakat. Dengan meningkatnya pemahaman masyarakat tentang bahaya investasi bodong, diharapkan akan semakin banyak orang yang dapat menghindari penipuan semacam ini.
“Pencegahan jauh lebih efektif daripada penindakan. Oleh karena itu, kami terus berupaya untuk memberikan pemahaman yang lebih luas kepada masyarakat agar mereka dapat terhindar dari investasi bodong yang merugikan,” tambah Himawan.
Langkah Hukum terhadap Pelaku
Saat ini, Polri tengah melakukan penyelidikan intensif dan sudah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka. Polisi juga terus menggali informasi lebih lanjut untuk mengungkap aktor utama di balik jaringan internasional tersebut. “Kami akan terus mendalami kasus ini dan berkoordinasi dengan pihak berwenang di negara-negara lain untuk menuntaskan kasus ini,” kata Himawan.
Dengan terus bertambahnya jumlah korban dan kerugian yang semakin besar, kasus investasi bodong ini menjadi perhatian serius bagi pihak kepolisian dan masyarakat. Polri berkomitmen untuk memerangi praktik penipuan investasi yang merugikan banyak pihak, serta memastikan bahwa pelaku mendapat hukuman yang setimpal.
Kasus investasi bodong yang melibatkan kripto ini menggambarkan betapa pentingnya kewaspadaan dalam berinvestasi. Masyarakat harus semakin cerdas dalam memilih instrumen investasi yang legal dan terdaftar. Dengan semakin tingginya kesadaran akan bahaya investasi ilegal, diharapkan kasus serupa dapat diminimalisir di masa depan.