JAKARTA – Imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) kembali menunjukkan tren kenaikan seiring dengan dinamika pasar global yang masih dihantui ketidakpastian. BNI Sekuritas mencatat, pergerakan yield SUN masih dipengaruhi oleh peningkatan yield US Treasury (UST) dan naiknya risiko pasar yang tercermin dari Credit Default Swap (CDS) Indonesia.
Kepala Riset Pendapatan Tetap BNI Sekuritas, Amir Dalimunthe, menyebutkan bahwa saat ini pasar obligasi tengah menghadapi tekanan akibat sentimen negatif dari global, termasuk keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menunda pemberlakuan tarif impor resiprokal selama 90 hari. Meski memberi sedikit ruang bernapas, kondisi ini tetap memicu kekhawatiran investor terhadap volatilitas jangka pendek.
“Level yield curve SUN 10-tahun masih di dalam estimated weekly range kami di kisaran 7,02%-7,24%,” jelas Amir dalam riset harian BNI Sekuritas.
Yield SUN Naik, Pasar Obligasi Masih Tertekan
Data yang dirilis BNI Sekuritas dan PHEI menunjukkan bahwa yield SUN mengalami kenaikan cukup signifikan pada sesi perdagangan Rabu (9/4/2025). SUN benchmark 5-tahun (FR0104) naik 8 basis poin (bps) menjadi 6,91%, sementara SUN benchmark 10-tahun (FR0103) naik 6 bps ke posisi 7,14%.
Bloomberg turut mencatat pergerakan serupa pada yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) yang naik sebesar 6 bps menjadi 7,14%. Kenaikan ini masih dalam kisaran perkiraan mingguan BNI Sekuritas, menunjukkan konsistensi tren pasar terhadap tekanan eksternal.
Sementara itu, yield US Treasury (UST) juga mengalami lonjakan, dengan UST 5-tahun naik 18 bps menjadi 4,06% dan UST 10-tahun naik 8 bps menjadi 4,34%. Kenaikan yield di pasar AS tersebut menjadi sinyal pengetatan likuiditas yang turut menekan pasar obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Tak hanya itu, Credit Default Swap (CDS) 5-tahun Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 2 bps menjadi 131 bps, menandakan persepsi risiko investasi yang lebih tinggi dari investor global terhadap aset berdenominasi rupiah.
Volume Transaksi Menurun, Investor Masih Wait and See
Di tengah kenaikan yield, volume transaksi Surat Berharga Negara (SBN) tercatat mengalami penurunan. Berdasarkan data perdagangan, volume transaksi SBN secara outright mencapai Rp23,8 triliun pada Rabu (9/4/2025), lebih rendah dibandingkan hari sebelumnya yang mencapai Rp29,4 triliun.
Dua seri SUN yang paling aktif diperdagangkan adalah FR0103 dan FR0104, masing-masing dengan volume Rp4,6 triliun dan Rp2,6 triliun. Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp6,0 triliun, menandakan minat investor yang relatif stabil di segmen korporasi.
Rekomendasi Obligasi dari BNI Sekuritas
Melihat kondisi pasar yang masih fluktuatif, BNI Sekuritas memberikan beberapa rekomendasi seri SUN yang dinilai menarik untuk dikoleksi investor. Menurut Amir Dalimunthe, beberapa seri memiliki valuasi yield curve yang masih kompetitif dan sesuai untuk strategi jangka menengah.
“Berdasarkan valuasi yield curve, BNI Sekuritas memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0086, FR0094, FR0064, FR0096, FR0100,” ungkapnya.
Seri-seri tersebut dipilih karena mempertimbangkan faktor kestabilan imbal hasil serta risiko harga dalam kondisi pasar yang masih dipengaruhi oleh ketidakpastian global.
Outlook: Volatilitas Masih Mengintai
BNI Sekuritas memperkirakan bahwa dalam beberapa waktu ke depan, pasar obligasi Indonesia masih akan diwarnai oleh volatilitas. Sentimen global, seperti kebijakan moneter The Fed, geopolitik, dan rencana tarif dagang AS, masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan yield dan minat investor terhadap SBN.
Investor disarankan tetap berhati-hati dan selektif dalam memilih seri obligasi, khususnya dengan mempertimbangkan durasi, profil risiko, dan tujuan investasi jangka panjang.