Aksi Premanisme Debt Collector BCA Finance di Markas Kodam V Brawijaya Tuai Kecaman Publik, Debat Panas dan Klarifikasi Muncul

Minggu, 13 April 2025 | 15:26:36 WIB
Aksi Premanisme Debt Collector BCA Finance di Markas Kodam V Brawijaya Tuai Kecaman Publik, Debat Panas dan Klarifikasi Muncul

JAKARTA - Aksi premanisme yang melibatkan empat debt collector dari BCA Finance telah viral di media sosial, memicu kecaman luas dari publik. Keempatnya terlibat dalam tindakan penarikan paksa sebuah mobil Suzuki Ertiga pada Selasa 8 APRIL 2025 di lingkungan Markas Kodam V/Brawijaya, yang terletak di Surabaya, Jawa Timur. Kejadian tersebut menyoroti beberapa aspek yang memunculkan kontroversi, salah satunya karena insiden tersebut terjadi di area militer dan melibatkan seorang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai pihak yang dirugikan.

Penarikan Paksa di Kawasan Militer

Insiden ini menjadi perhatian besar ketika sebuah video yang merekam momen penarikan paksa mobil Suzuki Ertiga tersebut beredar di media sosial. Dalam video itu, terlihat jelas bagaimana empat debt collector melakukan tindakan keras untuk menarik kendaraan tersebut meskipun ada penolakan dari pemilik mobil yang merupakan anggota TNI.

Tindakan ini semakin menjadi sorotan karena dilakukan di kawasan yang dikelola oleh militer, tepatnya di Markas Kodam V/Brawijaya, yang seharusnya menjadi wilayah yang memiliki keamanan ketat. Kejadian ini dianggap tidak hanya melanggar hak-hak sipil, tetapi juga menunjukkan kurangnya etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugas oleh pihak debt collector.

Melibatkan Polisi Militer sebagai “Beking”?

Kontroversi semakin berkembang ketika dalam video yang beredar disebut-sebut bahwa seorang perwira Polisi Militer (PM) turut terlibat dalam mendukung tindakan penarikan paksa ini, dengan beberapa pihak menyebutnya sebagai “beking” di balik kejadian tersebut. Hal ini memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat dan media sosial, di mana banyak yang merasa kecewa dengan dugaan keterlibatan aparat militer dalam aksi yang seharusnya dilaksanakan dengan cara yang sah dan sesuai hukum.

Tudingan ini menambah panjang daftar kecaman terhadap cara debt collector dalam mengeksekusi tugas mereka. Masyarakat mulai mempertanyakan regulasi yang ada terkait tugas dan wewenang debt collector, serta bagaimana mereka bisa bekerja sama dengan pihak keamanan dalam situasi yang seperti ini.

Sebagai respons, sejumlah pihak dari kalangan aparat penegak hukum dan masyarakat sipil mulai menuntut klarifikasi mengenai keterlibatan Polisi Militer dalam kasus tersebut. Beberapa pihak menegaskan bahwa tindakan seperti ini tidak dapat diterima, dan harus ada sanksi yang jelas bagi mereka yang terlibat.

Klarifikasi dan Permohonan Maaf dari Debt Collector

Tak lama setelah video penarikan paksa itu viral, muncul video klarifikasi dari keempat debt collector yang terlibat. Dalam video berdurasi 3 menit 46 detik yang diunggah di platform media sosial, Stefanus Pale alias Steven Morgan, yang merupakan salah satu dari empat debt collector tersebut, memberikan penjelasan terkait insiden yang telah terjadi. Dalam video tersebut, Steven dan tiga rekannya menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada publik, serta menjelaskan bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah hasil dari sebuah kesalahpahaman.

"Kami menyadari bahwa tindakan yang kami lakukan sangat tidak pantas dan tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Kami ingin meminta maaf kepada semua pihak yang merasa terganggu atau dirugikan, terutama kepada anggota TNI yang menjadi korban dalam kejadian ini," ujar Stefanus Pale dalam video klarifikasinya. Ia juga menambahkan bahwa mereka akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas mereka ke depannya dan berkomitmen untuk mengikuti prosedur yang sah dan tidak melanggar hukum.

Tanggapan dari Masyarakat dan Pihak Berwenang

Tindakan ini mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan. Masyarakat, baik di media sosial maupun dari berbagai organisasi hak asasi manusia, mengecam keras aksi premanisme yang dilakukan oleh para debt collector tersebut. Mereka menilai bahwa tindakan ini tidak hanya mencoreng citra profesionalisme dunia keuangan, tetapi juga merusak rasa aman masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Sejumlah pihak juga menyampaikan kritik terhadap kurangnya pengawasan terhadap praktik debt collecting yang kerap melibatkan tindakan kekerasan. Mereka meminta pemerintah untuk segera meninjau regulasi terkait debt collector, serta menegakkan hukum dengan tegas terhadap mereka yang bertindak di luar kewenangan.

"Ini adalah bentuk premanisme yang harus dihentikan. Kami mendesak agar aparat penegak hukum mengambil tindakan tegas terhadap individu atau kelompok yang melakukan pemaksaan seperti ini," ujar Arief Setiawan, seorang aktivis hak asasi manusia, dalam komentarnya terkait insiden tersebut.

Di sisi lain, pihak BCA Finance juga merilis pernyataan resmi yang menyatakan bahwa mereka sangat menyesali kejadian tersebut dan berkomitmen untuk melakukan evaluasi internal. BCA Finance menegaskan bahwa mereka tidak mentolerir tindakan kekerasan dan akan bekerjasama dengan pihak berwenang untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.

"Kami menyesalkan kejadian ini dan segera melakukan evaluasi internal. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa kejadian ini tidak terulang kembali, dan semua tindakan yang diambil oleh petugas debt collector kami selalu sesuai dengan aturan yang berlaku," kata juru bicara BCA Finance dalam pernyataan tertulisnya.

Peran Debt Collector dalam Sistem Keuangan

Keberadaan debt collector dalam dunia perbankan dan lembaga pembiayaan bukanlah hal baru. Mereka memainkan peran penting dalam menegakkan kewajiban pembayaran utang oleh debitur. Namun, dalam banyak kasus, tindakan yang dilakukan oleh debt collector sering kali menimbulkan kontroversi, terutama terkait dengan cara mereka menagih utang yang terkadang menggunakan pendekatan kasar atau intimidatif.

Beberapa pengamat menilai bahwa peran debt collector perlu diawasi lebih ketat, dengan memastikan bahwa mereka mengikuti prosedur yang sah dan tidak bertindak sewenang-wenang. Dalam beberapa kasus, seperti yang terjadi di Markas Kodam V/Brawijaya, tindakan yang dilakukan oleh debt collector dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pembiayaan dan lembaga keuangan.

Aksi premanisme yang dilakukan oleh empat debt collector BCA Finance dalam penarikan paksa mobil di kawasan Markas Kodam V/Brawijaya pada 8 April 2025 telah memicu kecaman luas di masyarakat. Insiden ini menyoroti masalah serius dalam praktik penagihan utang yang kadang kala melibatkan tindakan kekerasan atau intimidasi. Meskipun telah ada klarifikasi dan permohonan maaf dari pihak debt collector, insiden ini tetap menjadi peringatan penting bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas mereka sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ke depan, perlu ada regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa praktik debt collecting dilakukan dengan cara yang sah dan menghormati hak-hak setiap individu.

Terkini

7 Jenis Tabungan BCA, Biaya Admin, dan Bunganya

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

Alasan Shopee PayLater Tidak Bisa Digunakan dan Solusinya

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

Asuransi Mobil All Risk: Manfaat, Jenis, dan Keutungannya

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

10 Makanan Pencegah Kanker, Pasti Dibenci Sel Tumor Ganas!

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB

12 HP Gaming Murah 2025, Andal tanpa Mahal

Rabu, 10 September 2025 | 18:39:08 WIB