JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menunjukkan perannya yang strategis dalam menjaga stabilitas pasar keuangan nasional dengan meluncurkan kebijakan baru terkait pembelian kembali saham atau buyback oleh perusahaan terbuka. Kebijakan ini memungkinkan perusahaan untuk melakukan buyback tanpa harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebuah langkah yang dianggap adaptif di tengah kondisi pasar yang semakin berfluktuasi.
Kebijakan ini diatur dalam Pasal 2 huruf g dan Pasal 7 Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2023. Dalam penjelasannya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa penetapan kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan akan berlaku hingga enam bulan setelah tanggal 18 Maret 2025. "Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap dinamika pasar yang tidak menentu, di mana perusahaan perlu memiliki fleksibilitas dalam mengelola saham mereka," ungkap Mahendra dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta.
Mahendra menambahkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi perusahaan dalam menjaga nilai saham mereka di tengah tekanan pasar. "Dengan adanya kebijakan ini, perusahaan dapat lebih cepat mengambil langkah strategis untuk melindungi nilai saham dan memberikan kepercayaan kepada investor," jelasnya.
Kebijakan buyback tanpa RUPS ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pasar modal Indonesia. "Kami percaya bahwa langkah ini akan membantu menciptakan stabilitas di pasar, serta memberikan sinyal positif kepada investor bahwa perusahaan-perusahaan terbuka berkomitmen untuk menjaga nilai saham mereka," kata Mahendra.
Dalam praktiknya, buyback saham merupakan salah satu strategi yang umum digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan nilai saham mereka. Dengan melakukan pembelian kembali saham, perusahaan dapat mengurangi jumlah saham yang beredar di pasar, sehingga berpotensi meningkatkan harga saham. "Ini adalah langkah yang cerdas bagi perusahaan untuk menunjukkan kepercayaan mereka terhadap kinerja dan prospek bisnis mereka di masa depan," tambah Mahendra.
Namun, Mahendra juga mengingatkan bahwa perusahaan harus tetap memperhatikan aspek transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan buyback. "Meskipun tidak perlu melalui RUPS, perusahaan tetap harus melaporkan rencana dan pelaksanaan buyback kepada OJK dan publik. Ini penting untuk menjaga kepercayaan investor," tegasnya.
Kebijakan ini muncul di tengah tantangan yang dihadapi oleh pasar keuangan global, termasuk ketidakpastian ekonomi dan fluktuasi harga yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. "Kami ingin memastikan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki alat yang diperlukan untuk bertahan dan berkembang dalam kondisi pasar yang sulit," ujar Mahendra.
Sebagai langkah lanjutan, OJK juga berencana untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan ini. "Kami akan terus memantau dampak dari kebijakan ini terhadap pasar dan kinerja perusahaan. Jika diperlukan, kami akan melakukan penyesuaian untuk memastikan bahwa kebijakan ini tetap relevan dan efektif," tutup Mahendra.
Dengan kebijakan baru ini, OJK menunjukkan komitmennya untuk mendukung pertumbuhan pasar keuangan Indonesia dan memberikan perlindungan kepada investor. Diharapkan, langkah ini dapat menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan mendorong perusahaan untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan pasar.