Saham

Pasar Saham Asia Dimulai dengan Penguatan, di Tengah Ancaman Tarif Baru dari AS

Pasar Saham Asia Dimulai dengan Penguatan, di Tengah Ancaman Tarif Baru dari AS
Pasar Saham Asia Dimulai dengan Penguatan, di Tengah Ancaman Tarif Baru dari AS

JAKARTA - Pada perdagangan Selasa, 11 Februari 2025, bursa saham utama di Asia menunjukkan penguatan di tengah ancaman tarif impor baru yang diumumkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Peningkatan ini terjadi meskipun terdapat komentar Federal Reserve dan data inflasi yang mempengaruhi dinamika pasar. Mengacu pada laporan dari Bloomberg, indeks Kospi Korea Selatan mencatat kenaikan 1,01% ke level 2.546,77. 

Sementara itu, indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,23% menjadi 8.502. Namun, indeks Hang Seng Futures terlihat stagnan, sedangkan bursa saham Jepang tidak dibuka hari ini karena libur nasional.

Langkah strategis yang diambil oleh pelaku pasar Asia ini menggambarkan respons hati-hati terhadap kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Trump. Tarif ini melibatkan pengenaan pajak terhadap ekspor baja dan aluminium dari seluruh dunia, termasuk pemasok utama seperti Meksiko dan Kanada. Rencananya, kebijakan ini akan mulai berlaku pada 4 Maret. Meski demikian, Trump membuka opsi pengecualian untuk Australia, yang dianggap sebagai mitra strategis.

Wacana pengenaan tarif impor ini bukanlah hal baru. Presiden Trump sebelumnya sudah menyatakan niatnya untuk memberlakukan tarif timbal balik terhadap negara yang membebankan pajak tinggi atas impor dari AS. "Tarif bukanlah sesuatu yang akan kami abaikan,” kata Hartmut Issel, Kepala Ekuitas dan Kredit APAC di UBS Wealth Management. “Alokasi saham-saham AS, obligasi bermutu tinggi, dan emas dalam portofolio harusnya bisa melindungi kita dari risiko tarif ini,” tambahnya.

Selain kebijakan tarif, perhatian pelaku pasar juga tertuju pada data inflasi dan kesaksian Ketua Federal Reserve Jerome Powell di hadapan Kongres AS yang akan disampaikan minggu ini. Survei Ekspektasi Konsumen Federal Reserve New York pada Januari 2025 menunjukkan bahwa perkiraan tingkat inflasi tetap stabil di angka 3% untuk tahun depan dan tiga tahun ke depan. Hal ini menjadi indikator penting bagi investor dalam menyusun strategi investasi jangka panjang.

Chris Larkin dari E*Trade, anak perusahaan dari Morgan Stanley, menilai bahwa kombinasi faktor ini akan mendominasi narasi pasar dalam waktu dekat. “Data inflasi, kesaksian Kongres Powell, dan isu tarif siap untuk menggerakkan cerita pasar,” ujar Larkin. Dia juga mengingatkan bahwa jika indeks S&P 500 ingin membalikkan kondisi konsolidasinya yang berlangsung selama dua bulan, pasar perlu melewati beberapa kejutan negatif seperti DeepSeek, tarif tambahan, dan sentimen konsumen yang melemah.

Berdasarkan analisis ahli strategi dari Deutsche Bank AG, termasuk Binky Chadha, jika saham-saham tetap resisten terhadap tekanan tarif baru, akan ada peluang terjadinya eskalasi perdagangan yang lebih dalam. Ini bisa menyebabkan koreksi di pasar ekuitas, namun mereka berpendapat bahwa gejolak ini biasanya bersifat sementara. "Secara historis, guncangan geopolitik cenderung memicu penurunan tajam, tetapi singkat, dengan ekuitas sering kali mencapai titik terendah sebelum kembali pulih,” jelas Chadha. Dalam kondisi seperti itu, Chadha memperkirakan bahwa penurunan bisa mencapai sekitar 6%—8%, dengan fase pelemahan berlangsung selama tiga pekan sebelum pasar mulai pulih dalam tiga pekan berikutnya.

Ketidakpastian kebijakan dinilai sebagai salah satu risiko terbesar oleh Christian Floro dari Principal Asset Management. “Bagi investor, risiko pasar terbesar kemungkinan besar terletak pada ketidakpastian kebijakan,” ujarnya. Menurut Floro, dalam situasi ekonomi global yang dinamis ini, diversifikasi adalah kunci untuk mengurangi risiko portofolio dan memanfaatkan peluang. "Penting bagi investor untuk menyesuaikan strategi mereka dengan perubahan kebijakan yang mungkin terjadi di tingkat perusahaan, negara, atau pasar," tambahnya.

Meski begitu, optimisme tetap di kalangan investor Asia, terutama dengan langkah-langkah mitigasi yang telah diambil. Ini tercermin dari penguatan bursa Asia meskipun ada rencana tarif dan data inflasi yang fluktuatif. Semua pihak tampaknya berharap bahwa negosiasi perdagangan lebih lanjut akan menjadi jalan keluar dari potensi konflik tarif yang bisa mengguncang ekonomi global.

Seperti yang sudah diketahui, dinamika pasar saham sangat bergantung pada berita dan kebijakan terbaru dari negara-negara besar, terutama AS. Oleh karena itu, ketidakpastian politik dan kebijakan selalu menjadi perhatian yang serius bagi investor yang ingin menjaga aset mereka aman. Dengan latar belakang ini, para analis merekomendasikan adanya langkah-langkah proaktif yang mencakup diversifikasi untuk melindungi portofolio dari guncangan yang tak terduga.

Kedepannya, pelaku pasar akan terus memonitor perkembangan dari kebijakan tarif impor AS dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi dinamika perdagangan global. Dengan demikian, kesiapan pelaku pasar untuk beradaptasi dengan perubahan kebijakan akan menjadi kunci untuk bertahan dan sukses dalam lanskap pasar yang berubah dengan cepat ini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index