JAKARTA – Menjelang datangnya musim kemarau yang berpotensi memperparah kondisi pencemaran udara, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menginstruksikan pengelola kawasan industri untuk membangun Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) atau Air Quality Monitoring System (AQMS). Langkah ini diambil sebagai upaya mitigasi dini terhadap potensi peningkatan polusi udara yang dapat berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Arahan ini disampaikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, dalam pertemuan bersama para pelaku industri dari kawasan Jabodetabek dan Karawang, yang digelar di Jakarta pada Kamis (tanggal sesuai konteks berita).
“Karena ini peraturan menterinya belum ada, kami akan memandatkan lebih awal dengan keputusan menteri sampai peraturan menterinya akan dibangun. Sehingga sifatnya semi mandatory,” ujar Hanif Faisol Nurofiq kepada wartawan.
SPKU Jadi Instrumen Deteksi Dini Polusi
Menurut Hanif, pembangunan SPKU akan menjadi instrumen penting dalam mendeteksi sumber pencemaran secara faktual dan real time. Dengan begitu, pemerintah dan pengelola kawasan industri dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dan terukur untuk mengendalikan polusi udara.
SPKU dirancang untuk mengukur kualitas udara secara otomatis dan berkelanjutan, serta memberikan data aktual mengenai konsentrasi polutan seperti PM2.5, PM10, NO2, CO, dan SO2. Data dari stasiun ini nantinya dapat digunakan sebagai dasar kebijakan maupun penindakan terhadap pelanggaran kaidah lingkungan.
Kawasan Industri Diminta Segera Beraksi
Hanif menekankan bahwa beberapa kawasan industri telah menunjukkan langkah proaktif dengan membangun SPKU secara mandiri. Namun, dia menggarisbawahi bahwa seluruh kawasan industri tanpa kecuali harus memulai inisiatif ini, terutama menjelang musim kemarau yang rentan terhadap peningkatan emisi dari aktivitas industri dan transportasi.
Penerbitan keputusan menteri yang akan memperkuat kewajiban pembangunan SPKU tersebut, menurut Hanif, sedang dipersiapkan dan akan segera dikeluarkan dalam waktu dekat.
“Langkah ini menjadi bentuk antisipasi kita bersama menghadapi kemarau. SPKU penting untuk memastikan sumber pencemaran dan menentukan langkah perbaikannya,” ujarnya.
Kolaborasi Pemerintah dan Dunia Usaha
Pertemuan antara KLH dan perwakilan kawasan industri ini bertujuan membangun kolaborasi dalam menjaga kualitas lingkungan, khususnya udara. Hanif menyatakan bahwa dunia usaha memiliki tanggung jawab besar dalam pengelolaan lingkungan di wilayah industri, dan tidak dapat hanya mengandalkan pengawasan dari pemerintah.
Ia juga mengingatkan bahwa pengendalian pencemaran—baik udara, air, maupun tanah—merupakan bagian dari pengelolaan kawasan industri yang berkelanjutan, serta bagian dari tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta.
Peringatan Tegas Soal Penegakan Hukum
Dalam kesempatan yang sama, Hanif tidak segan mengingatkan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas bagi kawasan industri atau perusahaan yang membandel dan tidak mengindahkan aturan lingkungan.
“Sebagai pimpinan kawasan industri, teman-teman kepala dinas provinsi, kabupaten/kota, kalau setelah pembinaan dan pengarahan masih juga membandel dan tidak mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan, maka hari ini izinkan saya untuk melakukan langkah-langkah penegakan hukum,” tegasnya.
Penegakan hukum ini mencakup sanksi administratif, pencabutan izin lingkungan, hingga pidana, tergantung tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Kualitas Udara Pasca-Lebaran Cenderung Membaik
Sebagai informasi, berdasarkan data KLH, kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, menunjukkan perbaikan pasca-libur Lebaran. Namun kondisi tersebut dinilai masih fluktuatif dan bisa memburuk jika tidak ada kontrol ketat terhadap sumber pencemaran, terutama dari kawasan industri dan sektor transportasi.
Oleh karena itu, pembangunan SPKU menjadi elemen vital dalam sistem pengawasan lingkungan yang lebih transparan dan partisipatif.