Veronica Tan

Veronica Tan Dorong Revitalisasi Kota Tua Jadi Ruang Inklusif

Veronica Tan Dorong Revitalisasi Kota Tua Jadi Ruang Inklusif
Veronica Tan Dorong Revitalisasi Kota Tua Jadi Ruang Inklusif

JAKARTA - Revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta kembali menjadi sorotan, kali ini melalui pandangan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan. 

Ia menekankan bahwa upaya memperbarui wajah Kota Tua tidak semata-mata tentang memperindah bangunan tua, tetapi juga bagaimana menjadikannya ruang publik yang hidup dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dalam pernyataannya di Jakarta, Veronica menggambarkan harapannya terhadap wajah baru Kota Tua yang lebih manusiawi dan terbuka bagi semua.

“Bayangkan Alun-Alun Fatahillah bukan hanya dipenuhi wisatawan, tetapi juga pendongeng, musisi, dan tawa anak-anak. Inilah semangat kota yang hidup, tempat di mana keberagaman, kreativitas, dan ketangguhan Jakarta tumbuh bersama,” ujarnya penuh semangat.

Baginya, Kota Tua bukan sekadar objek wisata sejarah, melainkan simbol kehidupan urban yang menyatukan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Karena itu, revitalisasi harus memulihkan bukan hanya bentuk fisiknya, tetapi juga jiwa dan nilai kemanusiaan yang melekat di dalamnya.

Revitalisasi Tak Sekadar Memperindah Bangunan

Proyek revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta saat ini tengah digagas oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama MRT Jakarta, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor. Veronica mengapresiasi langkah tersebut sebagai upaya berkelanjutan untuk menghidupkan kembali kawasan bersejarah yang telah lama menjadi ikon ibu kota.

Namun, ia menekankan bahwa revitalisasi yang sesungguhnya harus menembus batas fisik dan estetika semata.

“Memulihkan jiwa Kota Tua bukan hanya mengecat ulang dinding atau memperbaiki atap, tetapi bagaimana kita menghubungkan kembali sejarah dengan kemanusiaan, membangunkan makna, dan membuat tempat ini bernapas kembali,” tutur Veronica.

Menurutnya, perbaikan infrastruktur memang penting, tetapi esensi revitalisasi adalah menjadikan Kota Tua sebagai ruang interaksi sosial, tempat masyarakat bisa mengekspresikan kreativitas dan menikmati ruang publik yang ramah.

Veronica berharap ke depan, kawasan ini dapat berfungsi bukan hanya sebagai pusat mobilitas atau wisata, tetapi juga wadah pertumbuhan kreativitas dan kebahagiaan bersama, terutama bagi seniman, keluarga, dan anak-anak.

“Saya membayangkan Kota Tua bisa menjadi tempat orang berkarya, bersenandung, atau sekadar tertawa bersama. Sebuah ruang hidup yang menghidupkan kembali kebersamaan di tengah kota,” tambahnya.

Menghubungkan Sejarah, Budaya, dan Generasi

Bagi Veronica Tan, keterlibatan masyarakat adalah elemen paling penting dalam menjaga keberlanjutan Kota Tua. Ia mengenang pengalamannya sekitar satu dekade lalu saat turut terlibat dalam Proyek Kota Tua, sebuah inisiatif yang mempertemukan berbagai komunitas, tokoh masyarakat, dan pelaku budaya untuk menghidupkan kawasan tersebut.

Melalui kolaborasi lintas sektor itulah, semangat pelestarian Kota Tua bisa diteruskan kepada generasi berikutnya.

“Saya optimistis kali ini, dengan dilandasi rasa cinta terhadap sejarah dan kolaborasi lintas sektor, pelestarian Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai warisan budaya dapat diteruskan kepada generasi mendatang dan membawa kemajuan yang lebih berdampak,” ujarnya.

Kawasan yang telah berusia hampir lima abad itu menyimpan perjalanan panjang sejarah bangsa — dari era kolonial hingga menjadi simbol kebangkitan budaya urban Jakarta. Karena itu, Veronica mengingatkan pentingnya menanamkan rasa bangga terhadap sejarah kepada generasi muda.

“Selama hampir 500 tahun, kawasan ini menyimpan sejarah panjang yang menjadi bagian dari jati diri bangsa. Tugas kita adalah mewariskan semangatnya kepada anak-anak kita, agar mereka tumbuh dengan kebanggaan terhadap sejarah dan budayanya,” katanya dengan nada reflektif.

Ruang Publik yang Hidup dan Ramah Semua Kalangan

Visi Veronica Tan terhadap revitalisasi Kota Tua berakar pada nilai inklusivitas — sebuah ruang publik yang ramah bagi semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan, anak-anak, lansia, hingga pelaku seni jalanan. Menurutnya, Kota Tua harus menjadi tempat di mana warga Jakarta merasa memiliki dan bebas mengekspresikan diri tanpa sekat sosial.

Ia menyebut bahwa semangat keberagaman dan keterbukaan harus menjadi napas baru bagi kawasan tersebut. Revitalisasi fisik seperti perbaikan trotoar, pencahayaan, dan tata ruang, harus disertai dengan pengelolaan sosial yang memungkinkan interaksi antarwarga berjalan sehat dan aman.

Selain itu, Veronica menilai pentingnya menghadirkan program berbasis komunitas seperti pertunjukan seni, pasar kreatif, dan ruang edukasi sejarah bagi anak-anak. Dengan begitu, Kota Tua tak hanya menjadi destinasi wisata, melainkan pusat pembelajaran dan interaksi lintas generasi.

“Revitalisasi ini akan berhasil jika masyarakat menjadi bagian dari prosesnya. Kota Tua harus hidup bukan karena lampunya, tapi karena manusianya,” ungkap Veronica.

Menurutnya, keberhasilan proyek ini akan tercermin ketika warga dari berbagai latar belakang bisa datang, menikmati, dan merasa diterima di ruang publik bersejarah itu.

Warisan Hidup yang Harus Diteruskan

Dalam pandangan Veronica, revitalisasi Kota Tua bukan akhir dari sebuah proyek fisik, melainkan awal dari perjalanan panjang pelestarian nilai sejarah dan kemanusiaan. Ia meyakini bahwa melalui kerja sama pemerintah, komunitas, dan dunia usaha, wajah baru Kota Tua Jakarta akan menjadi simbol sinergi antara pelestarian budaya dan kemajuan modernitas.

Dengan semangat kolaboratif itu, ia berharap Kota Tua dapat berkembang menjadi ruang publik yang tidak hanya indah, tetapi juga bermakna dan inklusif bagi semua kalangan.

“Kota ini bukan hanya tentang bangunan tua, tapi tentang kehidupan yang terus tumbuh di dalamnya,” tutup Veronica Tan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index