Ditjen Pajak

Ditjen Pajak Tegaskan Larangan Pecah Usaha Demi Tarif 0,5%

Ditjen Pajak Tegaskan Larangan Pecah Usaha Demi Tarif 0,5%
Ditjen Pajak Tegaskan Larangan Pecah Usaha Demi Tarif 0,5%

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan komitmennya untuk mengawasi praktik tidak sehat di kalangan pelaku usaha yang berupaya memecah bisnisnya demi tetap menikmati tarif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%. 

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa pelaku usaha yang telah berkembang dan “naik kelas” seharusnya tidak menggunakan celah ini demi keuntungan pribadi.

“Jadi ya kita lihat kalau memang yang sudah naik kelas, tidak seharusnya kemudian memecah dirinya untuk mendapatkan insentif yang 0,5%,” tegas Bimo kepada awak media di Kemenko Perekonomian.

Peringatan ini muncul seiring meningkatnya laporan terkait praktik pemecahan usaha yang dilakukan oleh sebagian pelaku bisnis untuk tetap tergolong sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar bisa terus menikmati fasilitas tarif pajak rendah.

Tarif Pajak 0,5% Hanya untuk UMKM dengan Omzet Terbatas

Pemerintah tetap memberikan keringanan bagi pelaku UMKM yang memiliki omzet tahunan hingga Rp 4,8 miliar melalui penerapan tarif PPh final 0,5%. Menurut Bimo, kebijakan ini bertujuan membantu pelaku usaha kecil dalam hal administrasi dan kepatuhan pajak.

Namun, ia menegaskan, ketika omzet usaha sudah melebihi batas tersebut, pelaku bisnis wajib mengikuti mekanisme perpajakan umum dengan sistem pembukuan laba rugi dan penghitungan berdasarkan kinerja usaha yang sesungguhnya.

“Kalau sudah di atas itu ya kita kasih insentif juga untuk bisa pembukuan. Kita bantu, kemudian perpajakannya sesuai dengan pasal 17. Jadi ngitung berdasarkan pembukuan profitnya berapa. Kemudian yang seharusnya terutang sesuai dengan performance-nya, tidak hanya sesuai dengan omzet yang langsung 0,5%,” ujar Bimo.

Dengan begitu, pemerintah ingin memastikan penerapan tarif pajak yang adil dan proporsional sesuai dengan skala dan kemampuan usaha masing-masing pelaku.

Moral Hazard Jadi Kekhawatiran Ekonom

Peringatan serupa sebelumnya juga disampaikan oleh Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani. Ia menilai, kebijakan PPh final 0,5% meski mendorong kepatuhan pajak di sektor UMKM, juga berpotensi menimbulkan moral hazard apabila tidak diawasi dengan baik.

Menurutnya, sebagian pelaku usaha besar mungkin saja melakukan “akal-akalan” dengan memecah omzet atau mendirikan entitas usaha baru agar tetap masuk kategori UMKM dan menikmati tarif pajak rendah.

“Jadi UMKM yang bertambah banyak, jangan-jangan karena ada pemisahan dari omzet dibandingkan memang adanya tumbuhnya UMKM. Ini perlu diperhatikan,” ujar Aviliani dalam acara Webinar ISEI, Selasa (26/8/2025).

Kekhawatiran ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat agar kebijakan insentif tidak disalahgunakan dan benar-benar diterima oleh pelaku usaha yang layak.

Dorongan Transparansi dan Kepatuhan Pajak

DJP mendorong agar pelaku usaha yang telah berkembang melakukan transisi pajak secara bertahap dari rezim final ke sistem pembukuan yang lebih transparan. Pendekatan ini dinilai penting untuk menciptakan basis pajak yang lebih luas dan berkeadilan, sekaligus meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani sektor produktif.

Selain itu, DJP juga terus berupaya memberikan pendampingan bagi pelaku UMKM agar mampu menjalankan sistem pencatatan dan pelaporan pajak dengan baik. Edukasi ini diharapkan dapat mengubah persepsi bahwa sistem pembukuan hanya cocok bagi perusahaan besar.

Langkah ini juga selaras dengan strategi pemerintah untuk memperkuat ekosistem perpajakan inklusif, di mana pelaku usaha kecil hingga besar dapat berkontribusi sesuai kapasitasnya dalam membangun perekonomian nasional.

Peringatan DJP terhadap praktik pemecahan usaha menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah ingin menegakkan keadilan dalam sistem perpajakan nasional. Tarif PPh final 0,5% sejatinya dimaksudkan untuk membantu pelaku UMKM yang baru tumbuh, bukan dimanfaatkan oleh entitas usaha besar yang mencari celah.

Dengan pengawasan yang lebih ketat, transparansi dalam pencatatan keuangan, serta edukasi perpajakan yang berkelanjutan, diharapkan pelaku usaha dapat lebih patuh, dan ekosistem perpajakan nasional menjadi lebih sehat dan berkeadilan.

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index