PTPP

Laba PTPP Anjlok 97 Persen, Kinerja Konstruksi Tertekan 2025

Laba PTPP Anjlok 97 Persen, Kinerja Konstruksi Tertekan 2025
Laba PTPP Anjlok 97 Persen, Kinerja Konstruksi Tertekan 2025

JAKARTA - Kinerja keuangan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) pada kuartal III tahun 2025 menunjukkan tekanan signifikan di tengah dinamika industri konstruksi nasional. Perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang konstruksi dan investasi ini mencatat penurunan laba drastis hingga 97,9%, menjadi hanya Rp 5,5 miliar, dibandingkan dengan Rp 267,2 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Laporan keuangan yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) memperlihatkan bahwa penurunan laba bersih tersebut terutama disebabkan oleh melemahnya pendapatan dan meningkatnya beban keuangan sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.

Pendapatan Turun Tajam, Laba Kotor Ikut Terkoreksi

PTPP melaporkan bahwa pendapatan hingga kuartal III 2025 hanya mencapai Rp 10,7 triliun, turun dari Rp 14,0 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan hampir 24% ini mencerminkan perlambatan kinerja proyek, baik dari sektor konstruksi maupun lini usaha pendukung lainnya.

Sementara itu, beban pokok pendapatan juga mengalami penurunan menjadi Rp 9,12 triliun dibandingkan Rp 12,3 triliun pada kuartal III 2024. Meski beban pokok turun, margin keuntungan tetap tertekan akibat melemahnya pendapatan. Alhasil, laba kotor perusahaan hanya mencapai Rp 1,61 triliun, sedikit lebih rendah dari Rp 1,65 triliun tahun sebelumnya.

Situasi ini menggambarkan bahwa efisiensi biaya belum cukup untuk menahan dampak penurunan pendapatan yang signifikan.

Beban Usaha dan Keuangan Meningkat, Tekan Laba Bersih

Selain faktor pendapatan, tekanan pada laba PTPP juga datang dari peningkatan berbagai pos beban operasional.
Data keuangan menunjukkan bahwa beban usaha naik menjadi Rp 595,3 miliar, sementara kerugian penurunan nilai aset meningkat menjadi Rp 224,9 miliar. Kenaikan beban ini menandakan adanya tekanan dari sisi operasional yang mungkin berkaitan dengan perlambatan penyelesaian proyek serta kondisi pasar yang belum pulih sepenuhnya.

Yang paling signifikan adalah beban keuangan yang melonjak menjadi Rp 1,5 triliun, menandakan tingginya biaya pendanaan yang harus ditanggung perusahaan di tengah suku bunga tinggi dan kebutuhan modal kerja yang besar. Kenaikan ini menjadi salah satu faktor utama yang memangkas keuntungan bersih secara drastis.

Kontribusi Entitas Ventura dan Asosiasi Ikut Melemah

Kontributor pendapatan non-operasional juga menunjukkan tren melemah. Bagian laba dari ventura bersama turun menjadi Rp 642,1 miliar, sedangkan bagian laba entitas asosiasi hanya mencapai Rp 33,6 miliar, turun dari periode sebelumnya.

Namun demikian, pendapatan lainnya justru naik signifikan menjadi Rp 994 miliar, yang sebagian besar berasal dari sumber pendapatan non-konstruksi dan aktivitas investasi. Sayangnya, peningkatan ini belum mampu mengimbangi kenaikan beban lainnya yang naik menjadi Rp 590,2 miliar serta beban pajak final yang tercatat turun menjadi Rp 272,7 miliar.

Kombinasi berbagai faktor tersebut membuat laba sebelum pajak PTPP hanya tersisa Rp 45,8 miliar, turun drastis dibandingkan Rp 100,5 miliar pada kuartal III tahun 2024.

Laba Tahun Berjalan Anjlok, Aset Sedikit Terkoreksi

Setelah memperhitungkan beban pajak penghasilan bersih yang naik menjadi Rp 30,5 miliar, laba tahun berjalan PTPP hanya mencapai Rp 15,2 miliar, jauh lebih rendah dari Rp 23,07 miliar pada kuartal III tahun sebelumnya.

Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan berlapis baik dari sisi operasional, beban keuangan, maupun kontribusi entitas anak dan asosiasi.

Dari sisi neraca, total aset PTPP per kuartal III 2025 tercatat sebesar Rp 55,5 triliun, sedikit menurun dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2024 yang mencapai Rp 56,5 triliun. Penurunan aset ini sejalan dengan strategi efisiensi dan pengelolaan modal kerja yang lebih ketat di tengah situasi pasar yang belum sepenuhnya pulih.

Tantangan Industri dan Strategi Penyesuaian

Penurunan kinerja keuangan PTPP pada periode ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi sektor konstruksi nasional. Faktor-faktor seperti perlambatan realisasi proyek, tekanan biaya material, serta tingginya suku bunga membuat sejumlah BUMN konstruksi harus melakukan penyesuaian strategi bisnis.

Kondisi tersebut juga dialami oleh sejumlah emiten sejenis, seperti PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) yang pada periode sama mencatat penurunan laba hingga 93% menjadi Rp 4,4 miliar. Situasi ini menunjukkan bahwa industri konstruksi tengah berada dalam fase konsolidasi setelah periode ekspansi besar-besaran beberapa tahun terakhir.

Untuk menjaga keberlanjutan usaha, PTPP diperkirakan akan terus melakukan penyesuaian struktur keuangan, memperkuat cash flow proyek, dan memfokuskan diri pada proyek-proyek dengan tingkat profitabilitas tinggi. Selain itu, efisiensi beban dan manajemen risiko keuangan juga menjadi fokus utama guna memperbaiki margin keuntungan pada kuartal berikutnya.

Harapan Pemulihan pada Kuartal IV dan Tahun 2026

Meskipun hasil kuartal III menunjukkan penurunan signifikan, pasar masih menantikan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan manajemen pada kuartal IV 2025. PTPP diharapkan dapat memanfaatkan momentum penyelesaian proyek strategis nasional (PSN) serta peluang kontrak baru yang muncul menjelang tahun fiskal 2026.

Dengan portofolio proyek yang masih kuat dan dukungan pemerintah terhadap percepatan pembangunan infrastruktur, PTPP memiliki peluang untuk kembali memperbaiki kinerja keuangannya di tahun mendatang. Namun, langkah tersebut memerlukan disiplin finansial dan efisiensi operasional yang berkelanjutan agar margin keuntungan dapat kembali meningkat.

Penurunan laba PTPP hingga 97% pada kuartal III 2025 menjadi sinyal bahwa perusahaan tengah menghadapi tantangan struktural dan eksternal yang cukup berat. Namun, dengan langkah penyesuaian strategi, efisiensi beban, serta fokus pada proyek berprofitabilitas tinggi, peluang untuk bangkit tetap terbuka.

Kinerja ini juga menjadi refleksi atas kondisi industri konstruksi nasional yang sedang melakukan konsolidasi menuju keseimbangan baru di tengah tantangan ekonomi global dan domestik.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index