JAKARTA - Memasuki bulan November 2025, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem.
Peringatan dini yang dikeluarkan lembaga tersebut menyebutkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya Jawa dan Sumatera bagian selatan, berpotensi mengalami hujan lebat disertai petir dan angin kencang.
Tidak hanya dua pulau besar itu, beberapa daerah lain di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua juga diprediksi akan terdampak peningkatan curah hujan akibat dinamika atmosfer yang cukup kompleks di wilayah Indonesia.
Fenomena Global Jadi Pemicu Cuaca Ekstrem
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi pada awal November 2025 dipengaruhi oleh kombinasi beberapa fenomena atmosfer global yang tengah aktif di sekitar Indonesia.
“Fenomena atmosfer seperti MJO, Gelombang Rossby, dan Gelombang Kelvin memperkuat potensi hujan,” ujar Guswanto.
BMKG menegaskan bahwa ketiga fenomena tersebut saling berinteraksi dan memicu pembentukan awan hujan dalam skala luas. Kombinasi faktor global dan lokal inilah yang menjadikan intensitas hujan meningkat signifikan di sebagian wilayah Indonesia.
Aktivitas MJO dan Gelombang Atmosfer Meningkat
Fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya curah hujan di Indonesia. MJO merupakan gelombang konveksi tropis yang bergerak dari Samudra Hindia menuju perairan Indonesia dan berdampak pada peningkatan pembentukan awan hujan, terutama di bagian barat dan tengah Indonesia.
Selain MJO, aktivitas Gelombang Rossby dan Gelombang Kelvin juga turut memperkuat potensi hujan di berbagai wilayah. Kedua gelombang ini dikenal dapat menstimulasi pertumbuhan awan hujan secara signifikan, terutama di pesisir barat Sumatera serta wilayah selatan Pulau Jawa.
“Interaksi ketiga fenomena atmosfer tersebut menjadi faktor utama yang membuat potensi hujan di Indonesia meningkat selama beberapa minggu ke depan,” tambah Guswanto.
Suhu Laut Anomali, Uap Air Meningkat
Tak hanya pengaruh fenomena atmosfer, anomali suhu muka laut di sekitar wilayah Indonesia juga menjadi penyebab meningkatnya potensi hujan lebat. Menurut penjelasan BMKG, suhu laut di sebagian besar perairan nasional saat ini lebih hangat dari kondisi normalnya.
Kondisi laut yang lebih hangat tersebut memicu penguapan lebih tinggi, sehingga meningkatkan suplai uap air ke atmosfer. Akibatnya, awan-awan konvektif terbentuk lebih mudah dan memicu hujan deras yang disertai petir maupun angin kencang.
BMKG mengingatkan bahwa kombinasi pengaruh lokal seperti suhu laut hangat dengan faktor global seperti MJO dan Gelombang Kelvin akan membuat cuaca lebih tidak stabil dan sulit diprediksi secara harian.
Daerah yang Perlu Waspada
BMKG merinci beberapa wilayah yang perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi hujan lebat disertai kilat dan angin kencang pada awal November ini. Berdasarkan data prakiraan cuaca, daerah dengan potensi hujan sedang hingga lebat meliputi:
Sumatera bagian selatan: Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu
Pulau Jawa: Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Kalimantan: Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
Sulawesi: Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
Papua bagian utara
BMKG menekankan pentingnya antisipasi terhadap dampak turunan dari cuaca ekstrem, seperti banjir, tanah longsor, serta genangan air di daerah-daerah rawan.
Peringatan untuk Aktivitas Harian dan Transportasi
Selain dampak di darat, BMKG juga memperingatkan masyarakat dan pelaku transportasi untuk memperhatikan potensi gelombang tinggi dan angin kencang di laut.
Khusus bagi nelayan dan pengguna kapal kecil, diimbau untuk selalu memperbarui informasi prakiraan cuaca maritim karena hujan lebat sering kali disertai gelombang mencapai 2 hingga 4 meter, terutama di perairan selatan Jawa dan Samudra Hindia bagian barat Sumatera.
Bagi masyarakat umum, BMKG mengingatkan agar tidak berteduh di bawah pohon atau papan reklame saat hujan lebat disertai kilat. Aktivitas luar ruangan juga sebaiknya ditunda bila potensi cuaca ekstrem sudah terdeteksi melalui peringatan dini yang dikeluarkan BMKG.
BMKG: Cuaca Ekstrem Bisa Berlangsung Beberapa Hari
Guswanto menambahkan bahwa pola cuaca ekstrem ini tidak bersifat permanen, namun dapat berlangsung dalam periode beberapa hari hingga satu pekan tergantung pada pergerakan sistem atmosfer global.
“Setiap kali MJO atau gelombang atmosfer aktif melewati wilayah Indonesia, intensitas hujan akan meningkat selama fase tersebut. Setelah itu, cuaca akan kembali relatif normal,” jelasnya.
Namun, BMKG menegaskan bahwa masyarakat tetap perlu waspada terhadap potensi perubahan mendadak, karena dinamika atmosfer di kawasan tropis bisa berubah dalam waktu singkat.
Imbauan kepada Pemerintah Daerah
BMKG juga mengimbau agar pemerintah daerah dan instansi penanggulangan bencana memperkuat langkah mitigasi dan kesiapsiagaan. Langkah antisipatif seperti pembersihan saluran air, penyiapan pompa banjir, serta sosialisasi evakuasi warga di daerah rawan longsor menjadi penting dilakukan lebih awal.
Dengan adanya peringatan dini ini, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan kesiapan sumber daya dan sistem peringatan cepat agar dampak cuaca ekstrem bisa diminimalisir.
Masyarakat Diminta Pantau Informasi Cuaca
BMKG mengingatkan masyarakat untuk terus memantau pembaruan informasi cuaca harian, baik melalui situs resmi, aplikasi InfoBMKG, maupun kanal media sosial resmi BMKG.
“Kami terus memperbarui data cuaca harian dan peringatan dini setiap enam jam sekali. Informasi ini penting agar masyarakat dapat melakukan kegiatan dengan aman,” ujar Guswanto.
Ia menegaskan, kesiapsiagaan publik menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko korban dan kerugian akibat cuaca ekstrem yang mungkin terjadi selama November 2025.
Peringatan dini BMKG bukan sekadar informasi teknis, tetapi peringatan penting untuk kesiapsiagaan masyarakat menghadapi musim hujan yang semakin aktif. Dengan fenomena MJO, Gelombang Rossby, dan Gelombang Kelvin yang kini berinteraksi kuat, ditambah suhu laut yang menghangat, potensi hujan lebat hingga badai lokal semakin meningkat di berbagai wilayah Indonesia.
Kewaspadaan dan kesiapan menjadi langkah terbaik untuk menghadapi cuaca ekstrem di bulan November ini. BMKG berharap, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha dapat membantu mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh perubahan cuaca yang tak menentu tersebut.