JAKARTA - Di tengah berbagai proyeksi lembaga internasional yang cenderung lebih rendah, pemerintah Indonesia menunjukkan sikap percaya diri terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional 2025. Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,2% pada tahun ini, sesuai target yang ditetapkan dalam APBN 2025.
Sikap ini muncul setelah Bank Dunia (World Bank) merilis proyeksi terbarunya yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada di angka 4,8%. Angka ini memang lebih tinggi dibandingkan prediksi sebelumnya di 4,7%, namun tetap berada di bawah target resmi pemerintah.
Meski demikian, pemerintah menilai proyeksi dari lembaga internasional tersebut belum sepenuhnya mencerminkan realitas kebijakan ekonomi domestik yang sedang dijalankan. Keyakinan itu disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu.
Proyeksi Bank Dunia Dinilai Belum Menyeluruh
Dalam agenda Media Gathering Kementerian Keuangan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (9/10/2025), Febrio menjelaskan bahwa lembaga internasional seperti Bank Dunia tidak memiliki pemahaman yang menyeluruh terhadap kebijakan fiskal Indonesia.
“World Bank kan enggak tahu tentang fiskal kita. Jadi ya kita sebagai outsider melihat itu bagus, jadi kita dapat feedback. Seperti saya jelaskan ada stimulus 1, 2, 3, mesin-mesin pertumbuhan. Memang World Bank tahu tentang Rp 200 triliun? Kan enggak,” ujar Febrio.
Menurutnya, proyeksi eksternal tersebut harus dilihat sebagai masukan, bukan ukuran mutlak kondisi ekonomi Indonesia. Pemerintah meyakini faktor kebijakan fiskal domestik yang kuat akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi lebih cepat dari perkiraan lembaga internasional.
Stimulus Fiskal Jadi Andalan Pemerintah
Optimisme pemerintah bukan tanpa dasar. Sejak September 2025, pemerintah telah menempatkan dana kas negara sebesar Rp 200 triliun di lima bank milik negara (Himbara). Kebijakan ini menjadi stimulus tambahan untuk mempercepat penyaluran pembiayaan ke sektor riil, yang diharapkan akan mendongkrak aktivitas ekonomi pada kuartal IV 2025.
Febrio menilai, faktor-faktor seperti ini sering tidak masuk dalam perhitungan proyeksi Bank Dunia. Padahal, langkah strategis tersebut diyakini mampu memperkuat mesin pertumbuhan ekonomi domestik dalam jangka pendek maupun menengah.
“World Bank itu kalau kalian lihat juga beberapa tahun terakhir kan selalu miss. Ya sudah lah, bagus itu sebagai feedback. Kita senang banyak orang yang liatin ekonomi Indonesia, berarti mereka tertarik,” ujarnya.
Lembaga Internasional Fokus ke Panduan Investasi
Febrio juga menjelaskan bahwa proyeksi ekonomi dari lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan OECD umumnya lebih ditujukan sebagai panduan investasi bagi negara atau pelaku pasar global, bukan analisis mendalam atas kebijakan ekonomi nasional.
“World Bank itu kan bukan lembaga auditor atau apa. World Bank itu dia mau investasi di Indonesia. Banyak orang dari lembaga internasional ingin investasi di Indonesia, makanya mereka pantau terus. OECD itu juga perpanjangan tangan dari negara-negara OECD, dia ingin tahu makanya dia selalu buat forecast. IMF juga sama, ADB juga sama, World Bank juga sama,” tegas Febrio.
Dengan kata lain, angka proyeksi 4,8% bukan berarti ekonomi Indonesia sedang lesu, melainkan cerminan dari perspektif eksternal terhadap pasar Indonesia.
Optimisme Pemerintah: Mesin Ekonomi Terus Bergerak
Keyakinan pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2% didasari pada kombinasi stimulus fiskal, kebijakan moneter yang stabil, dan demand domestik yang kuat. Pemerintah percaya, dorongan tersebut akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional pada sisa tahun 2025.
Kementerian Keuangan sebelumnya juga menegaskan bahwa ekonomi Indonesia pada kuartal III-2025 diperkirakan tumbuh sekitar 5,1%, ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, serta investasi swasta.
“Seperti saya jelaskan ada stimulus 1, 2, 3, mesin-mesin pertumbuhan,” kata Febrio.
Dengan berbagai program fiskal dan strategi pembiayaan yang tengah berjalan, pemerintah yakin target 5,2% pertumbuhan ekonomi di akhir tahun dapat terealisasi.
Perbedaan Persepsi, Bukan Ketidaksesuaian
Perbedaan angka antara proyeksi pemerintah dan lembaga internasional bukanlah hal baru. Dalam beberapa tahun terakhir, selisih proyeksi dan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia memang kerap terjadi. Febrio menyebut hal ini sebagai hal wajar dalam dinamika ekonomi global.
Menurutnya, lembaga internasional sering melakukan proyeksi secara konservatif. Sementara pemerintah memiliki data, konteks, dan kendali kebijakan lebih dalam terhadap ekonomi domestik.
“World Bank itu kalau kalian lihat juga beberapa tahun terakhir kan selalu miss,” kata Febrio menegaskan kembali.
Indonesia Masih Menjadi Magnet Investasi
Meskipun proyeksi Bank Dunia lebih rendah, pemerintah menilai perhatian lembaga-lembaga internasional terhadap Indonesia justru menjadi pertanda positif. Artinya, ekonomi Indonesia tetap menjadi salah satu fokus utama bagi investor global.
“Banyak orang dari lembaga internasional ingin investasi di Indonesia, makanya mereka pantau terus,” kata Febrio.
Dengan berbagai program pembangunan, stabilitas politik, serta daya beli masyarakat yang masih terjaga, pemerintah optimistis Indonesia akan tetap menjadi tujuan investasi menarik di kawasan Asia Tenggara.
Optimisme sebagai Fondasi Pertumbuhan
Perbedaan proyeksi antara pemerintah dan lembaga internasional mencerminkan perbedaan cara pandang, bukan pertentangan. Pemerintah memandang proyeksi eksternal sebagai masukan, tetapi tetap berpegang pada data dan kebijakan fiskal nasional sebagai dasar perhitungan.
Dengan stimulus Rp 200 triliun, stabilitas ekonomi makro, serta kepercayaan pada daya dorong sektor riil, pemerintah yakin Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 5,2% pada akhir tahun ini.