JAKARTA - Dalam dinamika hubungan industrial yang terus berubah, peran serikat pekerja kini bukan lagi sekadar penyambung aspirasi, melainkan penentu arah kebijakan di tempat kerja.
Melalui penyampaian terbarunya, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor menekankan bahwa masa depan hubungan industrial memerlukan serikat pekerja yang lebih aktif, setara, dan visioner.
Ia menegaskan bahwa ruang dialog antara pekerja dan pengusaha harus ditempatkan sebagai forum strategis, bukan hanya ruang penyelesaian masalah. Pandangan ini menggeser fokus dari pola lama yang reaktif menuju pendekatan yang lebih proaktif dan kolaboratif.
Serikat Pekerja sebagai Mitra Setara
Menurut Wamenaker Afriansyah, Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit seharusnya menjadi platform yang memberi ruang bagi serikat pekerja untuk berperan setara dengan manajemen. “Serikat pekerja harus hadir sebagai mitra setara di meja perundingan untuk menghasilkan perjanjian kerja sama yang progresif dan visioner,” tegasnya di Jakarta, Senin.
Ia menambahkan bahwa penguatan dialog sosial merupakan pilar penting dalam transformasi hubungan industrial. Serikat pekerja diharapkan tidak hanya menyampaikan tuntutan, tetapi ikut merumuskan masa depan dunia kerja yang adaptif dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, LKS Bipartit tak lagi cukup menjadi forum penyelesaian sengketa. Keberadaannya harus ditingkatkan menjadi ruang perumusan strategi dan perencanaan yang melibatkan kedua belah pihak secara seimbang.
Kesejahteraan dan Keselamatan yang Melampaui Standar
Afriansyah juga menjelaskan bahwa pilar kedua dalam transformasi hubungan industrial mencakup aspek kesejahteraan dan keselamatan yang lebih baik daripada sekadar memenuhi ketentuan minimum. Ia menilai isu hubungan industrial tidak bisa dibatasi hanya pada urusan upah.
“Hubungan industrial yang transformatif bukan hanya tentang gaji, tetapi tentang kehidupan yang layak dan lingkungan kerja yang aman,” ujarnya.
Untuk itu, Kementerian Ketenagakerjaan terus memperkuat pengawasan terkait keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pemerintah juga mendorong implementasi jaminan sosial yang lebih komprehensif. Afriansyah menegaskan bahwa keselamatan adalah hak pekerja yang tidak dapat ditawar.
“Keselamatan adalah hak mutlak; tak ada produksi yang layak dicapai dengan mengorbankan nyawa pekerja/buruh,” katanya. Ia mengingatkan bahwa kemajuan industri tidak boleh berdiri di atas risiko keselamatan pekerja.
Modernisasi dan Skilling Menuju Daya Saing Global
Dalam pilar ketiga, Wamenaker Afriansyah menyoroti pentingnya modernisasi kompetensi pekerja untuk menghadapi kebutuhan industri global. Menurutnya, perkembangan teknologi telah mengubah kebutuhan keahlian di berbagai sektor, sehingga pekerja dituntut untuk terus meningkatkan kemampuan.
Saat ini, tidak ada ruang bagi pekerja yang stagnan. Serikat pekerja diharapkan berperan sebagai pendorong utama dalam memajukan kemampuan anggotanya agar mampu bersaing dalam era industri 4.0.
“Saya juga mendesak para pengusaha di sektor ini untuk memimpin pelatihan yang relevan dengan industri 4.0, melalui program skilling, upskilling, dan reskilling secara masif,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa sektor energi baru terbarukan (EBT) serta teknologi automasi terutama di industri pertambangan membutuhkan tenaga kerja yang siap secara kompetensi. Serikat pekerja dan pengusaha harus bekerja sama memastikan pelatihan berjalan terarah dan inklusif.
Membangun Kepercayaan dan Integritas Serikat Pekerja
Dalam bagian akhir penyampaiannya, Afriansyah juga memberikan dorongan moral bagi gerakan serikat pekerja di Indonesia. Ia mengajak seluruh organisasi buruh untuk menjaga integritas dan membangun program kerja yang dapat menyatukan kepentingan bersama.
Menurutnya, serikat pekerja perlu menunjukkan bahwa mereka bukan hanya kekuatan penekan, tetapi mitra konstruktif yang berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Program yang mereka jalankan harus inklusif dan mampu merangkul seluruh lapisan pekerja.
Wamenaker menekankan pentingnya membangun kepercayaan publik melalui profesionalisme, transparansi, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan industri. Dengan demikian, serikat pekerja dapat memantapkan posisi sebagai elemen penting dalam ekosistem ketenagakerjaan modern.
Ia berharap serikat pekerja dan serikat buruh terus memperkuat peran strategisnya demi menciptakan kondisi hubungan industrial yang lebih harmonis dan produktif. Kolaborasi yang kuat antara buruh, pengusaha, dan pemerintah menjadi fondasi penting untuk menghadapi tantangan dunia kerja ke depan.