JAKARTA - Perubahan besar dalam industri nikel Indonesia memasuki fase yang menuntut keseimbangan antara produktivitas dan keberlanjutan.
Di tengah meningkatnya permintaan global terhadap mineral kritis untuk transisi energi, PT Vale Indonesia Tbk, bagian dari MIND ID, menegaskan bahwa praktik pertambangan yang bertanggung jawab harus menjadi fondasi utama.
Director and Chief Sustainability and Corporate Affairs Officer PT Vale Indonesia Tbk, Budi Awansyah, menekankan bahwa transformasi menuju nikel hijau tidak dapat dipandang sebagai tren sesaat, melainkan kebutuhan untuk menjaga kredibilitas Indonesia di mata dunia.
Ia menyebut kontribusi Indonesia terhadap agenda iklim global tak hanya ditentukan oleh besarnya cadangan minerannya, tetapi juga oleh cara industri tersebut dikelola secara berkelanjutan.
Menjawab Kekhawatiran Publik soal Lingkungan
Indonesia memiliki lebih dari 40 persen cadangan nikel dunia, menjadikannya pusat strategis dalam rantai pasok baterai dan kendaraan listrik. Namun, menurut Budi, persepsi terhadap sektor pertambangan masih sering dibayangi kekhawatiran masyarakat atas dampak terhadap hutan dan bentang alam.
“Industri nikel nasional harus bisa menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan sekadar slogan,” ujarnya. Karena itu, transformasi menjadi industri hijau harus menjadi prioritas nasional yang dijalankan secara konsisten dan terukur.
Budi juga mengingatkan bahwa smelter merupakan salah satu sumber emisi terbesar dalam sektor ekstraktif. Bila Indonesia ingin mengambil posisi sebagai pemimpin global dalam mineral kritis, maka negara ini harus terlebih dahulu menunjukkan kepemimpinan melalui operasi rendah karbon dan efisiensi energi.
Langkah Dekarbonisasi yang Telah Dijalankan Vale
PT Vale Indonesia Tbk telah menjalankan serangkaian strategi dekarbonisasi sebagai bagian dari komitmen jangka panjang perusahaan. Inisiatif tersebut meliputi pemanfaatan energi bersih seperti hydropower, peningkatan efisiensi smelter, optimasi panas buangan, hingga penggunaan gas CO dan hidrogen dalam proses produksi.
Dalam kinerja lingkungannya, Vale mencatat pemakaian air sebesar 8.498,94 megaliter dengan intensitas 0,12 megaliter per ton nikel. Perusahaan juga memanfaatkan 510 meter persegi air daur ulang di fasilitas Lamella Gravity Settler sebagai bahan baku larutan ferrousulfat.
Budi menyampaikan bahwa pengelolaan limbah juga menjadi bukti komitmen Vale. Perusahaan memanfaatkan kembali 1.453 ton limbah B3 dan 377.964 ton slag nikel non-B3 menjadi material konstruksi serta lapisan jalan tambang.
Capaian tersebut membuat Vale menjadi satu-satunya perusahaan tambang nikel terintegrasi yang meraih penghargaan PROPER Emas pada 2024.
“Capaian seperti pemanfaatan air daur ulang, pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, dan penghargaan PROPER Emas adalah bukti bahwa transformasi rendah karbon bukan sekadar retorika, tetapi sudah menjadi praktik nyata di lapangan,” ujar Budi saat diskusi panel COP30, Minggu.
Tantangan Kinerja Keberlanjutan dan Arah Perbaikan
Meski ada sejumlah capaian positif, Budi juga mengungkapkan salah satu tantangan yang tengah dihadapi perusahaan. Ia menyoroti skor keberlanjutan Vale yang turun menjadi 23,7—skor terendah dalam sejarah operasional smelter global.
Penurunan tersebut menjadi indikator bahwa transformasi keberlanjutan bukan hanya tentang memperoleh pencapaian, namun juga memastikan konsistensi upaya di semua lini operasional. Hal ini menegaskan perlunya peningkatan sistem, evaluasi menyeluruh, serta kerja sama lintas sektor untuk mendorong kinerja yang lebih stabil.
Budi menyampaikan bahwa hasil evaluasi tersebut menjadi masukan penting untuk langkah perbaikan ke depan. Transformasi menuju industri hijau memang bukan perubahan instan, melainkan proses berkelanjutan yang membutuhkan investasi, teknologi, dan komitmen jangka panjang.
PT Vale Indonesia Tbk menempatkan isu keberlanjutan sebagai salah satu prioritas strategis untuk menghadapi tuntutan pasar global yang semakin ketat terkait standar lingkungan. Ketika negara-negara maju memperketat persyaratan karbon dalam rantai pasok baterai dan kendaraan listrik, Indonesia perlu memastikan bahwa industri nikelnya mampu memenuhi standar tersebut.
Membangun Kepemimpinan Indonesia di Pasar Global
Dengan posisi strategisnya sebagai negara pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang besar dalam membentuk masa depan transisi energi global. Namun, peluang ini hanya dapat dimaksimalkan apabila pengelolaan nikel dilakukan dengan prinsip keberlanjutan yang kuat.
Upaya PT Vale Indonesia Tbk menjadi contoh bagaimana perusahaan tambang dapat mengintegrasikan efisiensi energi, pengurangan emisi, dan pengelolaan lingkungan dalam operasi bisnisnya. Transformasi ini tidak hanya berkontribusi pada reputasi global Indonesia, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional.
Di saat dunia bergerak menuju ekonomi hijau, teknologi bersih dan operasi rendah karbon bukan lagi pilihan, melainkan prasyarat utama. Melalui langkah-langkah yang telah dijalankan, Vale menunjukkan bahwa pertambangan nikel dapat bergerak menuju arah yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Transformasi tersebut diharapkan menjadi dorongan bagi seluruh pelaku industri, baik swasta maupun BUMN, untuk menerapkan prinsip yang sama demi memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam mineral kritis global.