Prospek Harga CPO Global di Tengah Stok dan Prediksi Bullish

Selasa, 02 Desember 2025 | 11:41:11 WIB
Prospek Harga CPO Global di Tengah Stok dan Prediksi Bullish

JAKARTA - Pergerakan harga minyak sawit global kembali menjadi sorotan setelah reli tiga sesi yang dipicu banjir di Malaysia ternyata tidak berujung pada penguatan lanjutan. 

Meski cuaca ekstrem sempat memunculkan kekhawatiran pasar, kestabilan harga CPO justru menegaskan bahwa tekanan stok dan dinamika minyak nabati dunia masih lebih dominan dalam membentuk arah harga.

Harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) kini terpantau bergerak mendatar. Pasokan yang masih melimpah di Malaysia—salah satu produsen sawit terbesar dunia—dinilai menjadi faktor utama yang membatasi ruang kenaikan harga, meskipun kondisi cuaca sedang tidak bersahabat.

pergerakan harga cpo dan komoditas pembanding

Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO kontrak pengiriman Februari di Bursa Malaysia Derivatives hampir tidak bergerak di level 4.119 ringgit per ton pada jeda siang hari, Senin.

Sejak awal tahun (year-to-date/ytd), harga CPO bahkan tercatat sudah tergerus 7,4%, menunjukkan tekanan yang masih berlangsung di pasar minyak nabati.

Sementara itu, harga minyak nabati lainnya juga menunjukkan tren serupa. Harga minyak kedelai untuk pengiriman Januari di Chicago melemah 0,2% menjadi 51,95 sen per pon.

Kondisi ini sekaligus menegaskan bahwa pelemahan harga tidak hanya terjadi pada CPO, tetapi juga pada komoditas minyak nabati dunia lainnya.

stok tinggi malaysia tekan sentimen pasar

Analisis dari pelaku industri menunjukkan bahwa pasar global saat ini lebih fokus pada kondisi stok daripada ancaman cuaca ekstrem.

David Ng, pedagang senior di IcebergX Sdn., memaparkan bahwa stok yang tinggi di Malaysia diperkirakan menekan sentimen pasar. Sebagai negara produsen sawit terbesar, peningkatan stok—meski di tengah banjir—tetap membuat harga sulit bergerak naik.

Walaupun beberapa wilayah Malaysia tengah dilanda hujan deras dan banjir yang meluas, David menilai masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa cuaca buruk tersebut akan mengganggu produksi sawit dalam skala besar.

Pandangan ini mempertegas bahwa pasar CPO tidak hanya digerakkan oleh faktor jangka pendek, tetapi juga ekspektasi akan stabilnya suplai sepanjang tahun.

peluang rebound menurut analis godrej international

Di sisi lain, pandangan berbeda disampaikan oleh analis senior Godrej International Ltd., Dorab Mistry. Ia menilai bahwa meskipun harga minyak sawit kini menghadapi tekanan, justru kondisi tersebut membuka ruang bagi kemungkinan rebound kuat.

Mistry menjelaskan bahwa pasar minyak nabati global berada dalam kondisi oversold, yakni terlalu banyak dijual, yang secara historis sering menjadi titik awal bagi tren kenaikan harga yang signifikan.

Ia menyebut bahwa titik balik harga akan terjadi ketika produksi mulai menurun pada akhir tahun, yang secara musiman memang menjadi periode penurunan output.

Lebih lanjut, Mistry memperkirakan bahwa periode Januari–Maret akan menjadi fase sangat bullish bagi pasar minyak sawit. Dalam periode tersebut, sentimen positif diperkirakan mendominasi seluruh segmen kontrak berjangka.

Mistry bahkan menilai kenaikan harga hingga 5.500 ringgit sangat mungkin terjadi. Faktor pendorong utamanya adalah potensi penyesuaian kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) oleh Indonesia.

Jika pemerintah Indonesia membatasi ekspor dengan mengencangkan DMO, pasokan global dapat mengetat, yang pada akhirnya akan mendorong harga berjangka melonjak lebih tinggi.

Menurutnya, posisi Indonesia akan sangat menentukan arah harga minyak sawit dunia. Dengan kontribusi produksi yang besar, setiap perubahan kebijakan ekspor Indonesia berpotensi menjadi penggerak utama harga.

pengaruh kebijakan biodiesel dan dinamika minyak nabati lain

Selain faktor DMO, Mistry juga menyoroti kebijakan biodiesel Amerika Serikat sebagai elemen yang akan menentukan harga di masa mendatang.

“Mulai sekarang, faktor harga terbesar adalah kebijakan biodiesel Amerika Serikat. Pasokan untuk 2026 tidak terlihat nyaman. Elanemia berada dalam perkiraan dan karena itu prospek 2026 bersifat bullish,” ungkapnya.

Pernyataan tersebut memperkuat pandangan bahwa pasar minyak nabati dunia akan memasuki fase supply-driven, di mana keketatan pasokan menjadi pendorong utama penguatan harga.

Mistry juga menyinggung dinamika minyak bunga matahari, salah satu pesaing minyak sawit. Ia memprediksi bahwa harga minyak bunga matahari akan menjadi kompetitif kembali pada pertengahan 2026. 

Namun, kondisi itu hanya akan terjadi setelah minyak bunga matahari kehilangan pangsa pasar signifikan, terutama di India sebagai salah satu konsumen terbesar.

Situasi kompetisi antar-komoditas ini akan menjadi faktor penting dalam menentukan bagaimana pasar minyak sawit bergerak dalam beberapa kuartal mendatang.

kestabilan saat ini bukan sinyal pelemahan permanen

Meski harga CPO sedang stabil pasca reli, banyak analis melihat bahwa kondisi ini bukan sinyal pelemahan permanen. Kombinasi antara stok melimpah, cuaca ekstrem, serta perlambatan harga minyak nabati lain memang menahan penguatan harga untuk sementara.

Namun, proyeksi jangka menengah menunjukkan adanya ruang kenaikan harga jika produksi menurun dan kebijakan negara produsen berubah.

Pasar kini bergerak serba hati-hati, menimbang antara risiko cuaca, dinamika stok, dan ketidakpastian kebijakan ekspor serta biodiesel. Stabilnya harga pada level 4.119 ringgit per ton menjadi refleksi dari keseimbangan antara tekanan dan peluang.

Dengan memasuki akhir tahun dan memulai siklus produksi baru, pasar global akan semakin fokus pada arah kebijakan Indonesia dan potensi transisi menuju tren bullish seperti yang diproyeksikan oleh Dorab Mistry.

Terkini