JAKARTA - Meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi yang belum terserap dunia kerja membuat pemerintah menyoroti kembali pentingnya kolaborasi lintas sektor.
Tantangan ini dinilai tak bisa dibebankan sepenuhnya kepada negara, sehingga peran dunia usaha menjadi faktor penentu dalam memperluas kesempatan kerja bagi generasi muda.
Situasi tersebut mendorong pemerintah menekankan kembali pentingnya kemitraan dengan pelaku industri, terutama di tengah jumlah sarjana yang terus bertambah setiap tahun.
Pemerintah Minta Pengusaha Berperan Lebih Besar
Dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia, Senin , Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan bahwa setiap tahun Indonesia melahirkan sekitar 1,5 juta lulusan sarjana. Namun, peluang mereka kerap terhambat oleh persyaratan pengalaman kerja.
"Kita punya lulusan 1,5 juta sarjana setiap tahun dan kalau bapak-bapak buka lowongan ditulis di bawahnya berpengalaman 1 tahun, 2 tahun, sehingga yang mau masuk ke lapangan kerja itu di-reject duluan," ujarnya di Park Hyatt, Jakarta.
Airlangga menegaskan bahwa pola rekrutmen yang mensyaratkan pengalaman justru memutus kesempatan bagi generasi muda untuk masuk ke dunia kerja. Karena itu, pemerintah meminta pengusaha memberi ruang lebih besar bagi fresh graduates.
Sebagai langkah awal, pemerintah menyiapkan program magang enam bulan dengan gaji setara upah regional. Program ini berlaku di perusahaan maupun kementerian/lembaga.
Program Magang Disiapkan untuk 200.000 Lulusan
Pada 2025, pemerintah membuka kuota 100.000 peserta magang bagi lulusan baru. Setahun berikutnya, jumlah yang sama akan dibuka kembali sebagai perluasan program. Airlangga berharap dunia usaha mendukung inisiatif ini agar transisi lulusan ke dunia kerja berjalan lebih mulus.
"Mohon Kadin menerima anak-anak terbaik dan ini adalah Generasi Z, beri mereka kesempatan untuk bekerja," katanya.
Data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM juga menunjukkan bahwa tenaga kerja tetap terserap melalui arus investasi yang masuk. Sepanjang tahun ini, realisasi investasi mencapai Rp1.434 triliun dari target Rp1.900 triliun, dengan jumlah penyerapan tenaga kerja mencapai 1,95 juta orang.
Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor-sektor tertentu masih mampu menyerap pekerja, namun belum cukup untuk menekan jumlah pengangguran dari kalangan sarjana.
Pengangguran Masih Mencapai 7,4 Juta Orang
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 7,46 juta warga Indonesia masih menganggur pada Agustus 2025. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menjelaskan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Pada Agustus 2025, terdapat sebanyak 7,46 juta penganggur atau setara dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,85%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” ucap Edy dalam rilis BPS, Rabu (5/11/2025).
Pada Agustus 2024, jumlah pengangguran mencapai 7,47 juta atau TPT 4,91%. Meski turun secara tahunan, TPT Agustus 2025 meningkat dibanding Februari 2025 yang berada pada level 4,76%.
Edy mengungkapkan penurunan TPT dibanding Agustus tahun lalu terjadi pada laki-laki dan perempuan, serta di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Namun, TPT masih paling tinggi pada laki-laki sebesar 4,85% dan perempuan 4,84%.
Perkotaan Masih Jadi Penyumbang Penganggur Terbesar
BPS mencatat bahwa tingkat pengangguran paling tinggi ada di wilayah perkotaan, mencapai 5,75% pada Agustus 2025. Sementara di perdesaan, TPT tercatat 3,47%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kompetisi di kota masih lebih ketat dibanding daerah rural.
Secara keseluruhan, terdapat 218,17 juta penduduk usia kerja pada Agustus 2025. Angka ini naik 2,80 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, peningkatan tersebut tidak seluruhnya terserap oleh pasar tenaga kerja.
Rinciannya, bukan angkatan kerja (BAK) mencapai 64,17 juta orang atau naik 0,91 juta. Sementara angkatan kerja bertambah menjadi 154,00 juta orang, meningkat 1,89 juta dari tahun lalu.
Jumlah penduduk yang bekerja mencapai 146,54 juta orang, naik 1,90 juta orang. Adapun pengangguran turun tipis menjadi 7,46 juta orang.
Komposisi Pekerja: Penuh, Paruh Waktu, dan Setengah Menganggur
Edy menjelaskan bahwa dari total pekerja tersebut, komposisi mereka terbagi menjadi pekerja penuh, pekerja paruh waktu, dan setengah pengangguran.
Pekerja penuh tercatat 98,65 juta orang, atau bertambah 0,20 juta orang dari Agustus 2024. Ini adalah kelompok yang bekerja maksimal 35 jam per minggu.
Sementara pekerja paruh waktu mencapai 36,29 juta orang, meningkat signifikan sebesar 1,66 juta orang. Mereka bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan tidak mencari pekerjaan tambahan.
Kelompok terakhir, yaitu setengah pengangguran, berjumlah 11,60 juta orang. Mereka bertambah sekitar 0,04 juta orang dibandingkan Agustus 2024. Kelompok ini bekerja kurang dari 35 jam per minggu tetapi masih mencari atau bersedia menerima pekerjaan tambahan.
Pengusaha Diminta Ambil Peran Strategis
Dengan tantangan ketenagakerjaan yang kompleks, pemerintah menekankan perlunya peran strategis dari pelaku industri. Keterlibatan dunia usaha dianggap penting untuk membuka pintu bagi sarjana muda yang masih berjuang mendapatkan pekerjaan pertama.
Melalui kombinasi program magang pemerintah, dukungan Kadin, dan keterbukaan perusahaan terhadap fresh graduates, pemerintah berharap masalah pengangguran sarjana dapat ditekan lebih efektif.