JAKARTA — PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) berhasil membukukan laba bersih konsolidasian sebesar Rp13,8 triliun pada kuartal pertama 2025. Pencapaian ini menjadi bukti kekuatan bank pelat merah ini di tengah ketidakpastian ekonomi global yang disebabkan oleh tensi geopolitik serta perang tarif yang masih berlangsung.
Total aset BRI pun tumbuh 5,49% secara year-on-year (yoy) menjadi Rp2.098,23 triliun, memperkuat posisi BRI sebagai bank terbesar di Indonesia yang tetap resilient menghadapi berbagai tantangan makroekonomi.
Direktur Utama BRI, Hery Gunardi, memaparkan dalam konferensi pers kinerja keuangan triwulan I 2025 bahwa ekonomi Indonesia masih tumbuh positif didukung konsumsi domestik meski belum pulih sepenuhnya ke level sebelum pandemi. “BRI memproyeksikan dampak perang tarif tidak akan signifikan karena ketergantungan kami pada konsumsi domestik. Kami juga optimistis dengan negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang dapat membawa hasil positif,” ujarnya.
BRI terus fokus pada pengembangan UMKM sebagai motor penggerak utama pertumbuhan bisnis. Direktur Micro BRI, Akhmad Purwakajaya, mengungkapkan penyaluran kredit BRI mencapai Rp1.373,66 triliun, naik 4,97% yoy. Dari jumlah tersebut, porsi terbesar disalurkan ke sektor UMKM sebesar 81,97% atau Rp1.126,02 triliun.
Selain itu, program inklusi keuangan seperti AgenBRILink kian menguat dengan 1,2 juta agen yang tersebar di lebih dari 67 ribu desa, atau sekitar 88% desa di Indonesia. Transaksi AgenBRILink pada kuartal I 2025 tumbuh signifikan 49,48% yoy menjadi Rp423 triliun.
“Program AgenBRILink kami terus berkembang sebagai solusi keuangan digital di daerah-daerah terpencil yang mendukung inklusi keuangan,” tambah Akhmad.
Kualitas aset BRI juga semakin membaik. Direktur Manajemen Risiko Mucharom menjelaskan rasio Non-Performing Loan (NPL) turun dari 3,11% pada Maret 2024 menjadi 2,97% pada Maret 2025. Rasio Loan at Risk (LAR) juga membaik dari 12,68% menjadi 11,12%, sementara NPL Coverage mencapai 200,60%. “Hal ini menunjukkan kesiapan BRI dalam mengantisipasi potensi risiko dari kondisi ekonomi global yang tidak menentu,” jelas Mucharom.
Dalam hal penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK), BRI mencatat angka Rp1.421,60 triliun dengan porsi dana murah atau CASA sebesar 65,77% atau Rp934,95 triliun, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 61,66%. Direktur Network & Retail Funding Aquarius Rudianto mengungkapkan pertumbuhan dana murah ini didukung oleh peningkatan pengguna Super App BRImo yang kini melayani 40,28 juta pengguna, naik 20,26% yoy. Jumlah transaksi melalui aplikasi ini juga mencapai 1,2 miliar transaksi dengan nilai Rp1.599 triliun, tumbuh 27,79% yoy.
Ekosistem pembayaran digital BRI pun semakin luas dengan 4,3 juta merchant QRIS dan 344 ribu merchant EDC yang mendukung ekosistem digital di Indonesia.
Direktur Finance & Strategy Viviana Dyah Ayu menambahkan, “Likuiditas dan permodalan BRI tetap solid dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) 86,03% dan Capital Adequacy Ratio (CAR) 24,03%, jauh di atas batas minimum yang ditetapkan regulator. Kondisi ini memberikan ruang bagi BRI untuk terus tumbuh di tengah dinamika global.”
Hery Gunardi menutup konferensi pers dengan optimisme tinggi. Dia menegaskan BRI memiliki 36.600 tenaga pemasar, lebih dari 6 ribu unit kerja, dan basis nasabah mencapai 221 juta rekening simpanan serta 211 ribu pengguna QLola di segmen korporasi.
“Transformasi BRI menuju universal banking akan memperkuat posisi kami untuk melayani semua segmen, dari UMKM hingga korporasi, sesuai dengan Asta Cita pemerintah. Dengan fondasi yang solid, BRI yakin dapat mencatatkan pertumbuhan berkelanjutan di masa depan,” pungkasnya.