PERBANKAN

Kinerja Kredit Perbankan 2024 Meningkat, NPL Semakin Stabil: Bagaimana Prospek di Masa Depan?

Kinerja Kredit Perbankan 2024 Meningkat, NPL Semakin Stabil: Bagaimana Prospek di Masa Depan?
Kinerja Kredit Perbankan 2024 Meningkat, NPL Semakin Stabil: Bagaimana Prospek di Masa Depan?

JAKARTA - Perkembangan terbaru dari sektor perbankan Indonesia menunjukkan sinyal positif dari sisi penyaluran kredit dan pengelolaan risiko kredit. Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk tahun 2024, penyaluran kredit oleh lembaga perbankan nasional mencapai angka fantastis, melampaui Rp7.720 triliun per Desember 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 10,79 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan kredit ini juga mengalami penurunan sebesar 0,61 persen secara bulanan dan pencapaian sebesar 5,28 persen untuk tahun berjalan (year-to-date/ytd).

Penopang utama dari peningkatan ini adalah lonjakan kredit investasi yang mencapai 13,77 persen secara tahunan, dengan peningkatan bulanan sebesar 0,69 persen. Selanjutnya, kontribusi juga datang dari kredit modal kerja dan konsumsi yang masing-masing tumbuh sebesar 8,92 persen (meski turun 1,83 persen bulanan) dan 10,94 persen (naik 0,11 persen bulanan).

Dana Pihak Ketiga Mendukung Pertumbuhan Kredit

Pertumbuhan kredit ini turut didukung oleh peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan, yang meningkat sebesar 7,54 persen yoy pada November 2024. Total DPK mencapai Rp8.836 triliun, naik signifikan dari bulan Oktober 2024, yang menunjukkan pertumbuhan 6,74 persen yoy dengan nilai Rp8.751 triliun, atau naik sebesar Rp85 triliun.

Meskipun ada pertumbuhan yang solid dalam kredit dan DPK, kualitas aset perbankan juga menunjukkan perbaikan. Rasio Non Performing Loan (NPL) Gross berada pada level 2,19 persen dan NPL Net pada 0,75 persen di bulan November 2024. Ini adalah perbaikan kecil dari bulan sebelumnya yang mencatat NPL Gross pada 2,20 persen dan NPL Net pada 0,77 persen. Dari data tersebut, terlihat bahwa kualitas aset perbankan tetap terjaga dengan baik, seiring dengan peningkatan volume kredit yang disalurkan.

BRI Masih Memimpin di Sektor Laba Perbankan

Dari sisi kinerja finansial, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menjadi sorotan dengan pencapaian laba sebesar Rp45,36 triliun pada 2024. Meskipun laba ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp60,4 triliun, BRI tetap mempertahankan posisinya sebagai bank pencetak laba terbesar, mengungguli PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dengan laba Rp41,1 triliun.

BRI berhasil bertahan di puncak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dengan laba terbesar, diikuti oleh PT Bank Mandiri Tbk dengan Rp42,70 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk yang mencatat Rp16,31 triliun. Kendati demikian, BCA memimpin dalam hal pertumbuhan laba dengan peningkatan 12,80 persen yoy, mengungguli rata-rata industri.

Selain pencapaian laba, BRI juga mencatat rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang kuat sebesar 27 persen, melebihi standar minimum yang ditetapkan oleh Basel III yaitu 17,5 persen.

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri dan BCA Lebih Pesat

Dari perspektif penyaluran kredit, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan paling pesat sebesar 22,10 persen yoy, mencapai Rp1.316 triliun, diikuti oleh BCA dengan pertumbuhan 14,50 persen yoy mencapai Rp877 triliun. Kinerja ini mengalahkan rata-rata industri perbankan yang tumbuh 10,9 persen yoy hingga September 2024.

Sementara itu, pertumbuhan kredit BRI dan BNI masing-masing tercatat sebesar 8,20 persen dan 9,50 persen yoy. Kinerja ini didukung oleh pendapatan bunga bersih, dengan BRI mencatatkan Rp107,75 triliun, meningkat 4,6 persen yoy dari tahun sebelumnya.

Pengelolaan NPL yang Semakin Efektif

Kinerja positif perbankan juga terlihat dalam pengelolaan NPL yang semakin efektif. Bank Mandiri mencapai tingkat NPL terendah secara konsolidasi di 1,13 persen, dan 0,97 persen untuk bank only—rekor terendah dalam sejarah perusahaan. Sementara BCA dan BRI juga menunjukkan tingkat NPL yang sehat di angka 2,1 persen dan 2,0 persen. BNI, meskipun memiliki NPL lebih tinggi pada 2,90 persen, tetap menunjukkan pengelolaan yang baik dibandingkan standar industri.

Menurut para ahli, strategi perbankan untuk terus menekan tingkat bunga dan meningkatkan efisiensi pengelolaan risiko kredit harus diadopsi agar pertumbuhan kredit dapat berlanjut. "Perbankan Indonesia harus berinovasi dan tidak semata-mata bergantung pada pendapatan bunga. Ini penting untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional yang ditetapkan pemerintah," ujar seorang pakar ekonomi.

Dengan berbagai perkembangan positif dan tantangan yang ada, perbankan Indonesia diharapkan mampu mempertahankan momentum pertumbuhan yang sehat di masa depan sambil terus memperbaiki pengelolaan risiko dan meningkatkan daya saingnya di pasar global. Ekosistem ekonomi yang sehat dan ekspansi kredit yang berimbang akan menjadi kunci dalam mendukung keberlanjutan pertumbuhan kredit hingga mencapai target rasional 12-15 persen di tahun berikutnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index