Batu Bara

Penambang Batu Bara Bantah Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya

Penambang Batu Bara Bantah Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya
Penambang Batu Bara Bantah Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya

JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) menegaskan bahwa pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait pendapatan negara dari ekspor batu bara dianggap keliru.

Purbaya sebelumnya menyebut royalti batu bara lebih kecil dibanding pembagian hasil minyak dan gas (migas).

Direktur Eksekutif IMA, Hendra Sianida, menekankan bahwa komoditas batu bara telah dikenakan berbagai pungutan. Mulai dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), iuran pascatambang, tarif royalti, hingga pungutan tambahan bagi pemegang IUPK. Menurut Hendra, pungutan batu bara tidak bisa dibandingkan langsung dengan skema migas karena mekanismenya berbeda.

“Kita ada royalti, terus pajak-pajak yang lain juga PNBP naik terus, ada pascatambang iuran ini-itu mungkin jauh lebih besar dari 15%,” jelas Hendra saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis .

Perlu Dialog Sebelum Kebijakan Bea Keluar

Hendra menilai pemerintah seharusnya mengadakan audiensi dengan pelaku usaha sebelum merumuskan pengenaan bea keluar batu bara. Pendekatan ini dianggap penting agar kebijakan lebih seimbang dan memahami perspektif penambang.

“Pak Purbaya harusnya mengundang kita juga, dengar sama-sama,” tegas Hendra. Penambang mengkhawatirkan keputusan sepihak bisa menimbulkan ketidakpastian dalam operasional perusahaan dan perencanaan bisnis jangka panjang.

Sementara itu, Purbaya memastikan rencana bea keluar untuk komoditas batu bara tetap berjalan pada 2026 sebagai langkah mendukung hilirisasi. Dia menegaskan, penolakan dari pengusaha tidak menjadi hambatan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan fiskal.

Perbandingan Penerimaan Batu Bara dan Migas

Menteri Keuangan menekankan bahwa keuntungan pemerintah dari royalti batu bara relatif lebih kecil dibandingkan skema gross split migas. Dalam skema migas, pemerintah memperoleh 85% dari total pembagian hasil, sedangkan batu bara belum mencapai level tersebut.

“Sebagian dari kita melihat dibandingkan komoditas lain seperti minyak, batu bara itu lebih sedikit [royalti yang diperoleh pemerintah]. Kalau minyak kan 85:15, batu bara lebih kecil dari itu,” ujar Purbaya. Namun, ia menekankan kebijakan baru ini tidak akan langsung memengaruhi harga jual batu bara domestik.

“Hanya untung mereka saja nanti yang lebih sedikit. Kalau dia naikin harga, ya nggak laku [nanti],” sambungnya. Pernyataan ini menunjukkan upaya pemerintah menyeimbangkan antara penerimaan negara dan kelangsungan industri pertambangan.

Formulasi Bea Keluar Fleksibel

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno, menyebut pemerintah telah menyiapkan formula pengenaan bea keluar beserta tarifnya. Bea keluar akan diterapkan ketika harga batu bara mencapai level tertentu, sehingga jika harga sedang rendah, tarif tersebut tidak diberlakukan.

Tri memastikan kebijakan ini tidak akan merugikan penambang karena implementasinya fleksibel. “Kita harus menghitung bagaimana industri tetap sustain, tetapi penerimaan negara juga optimal. Jangan juga kita membuat industri itu jadi bangkrut karena adanya tambahan beban yang harus dibayar,” jelas Tri kepada awak media, Kamis.

Pendekatan ini dimaksudkan agar industri pertambangan tetap kompetitif sekaligus menjaga arus pendapatan negara. Pemerintah berupaya menyeimbangkan kepentingan fiskal dengan keberlangsungan usaha di sektor batu bara.

Dinamika Ekspor dan Hilirisasi Batu Bara

Rencana bea keluar batu bara juga sejalan dengan dorongan hilirisasi dalam negeri. Pemerintah ingin mendorong pemanfaatan komoditas secara maksimal sebelum diekspor, sehingga nilai tambah meningkat.

Meski demikian, penambang menekankan bahwa setiap kebijakan fiskal harus memperhitungkan realitas bisnis, termasuk harga pasar global dan biaya operasional. Koordinasi antara pemerintah dan pelaku usaha dianggap krusial untuk mencegah kebijakan yang memberatkan industri.

Dengan formula yang fleksibel dan sistem bea keluar berbasis harga, pemerintah berharap tujuan hilirisasi dan optimalisasi penerimaan negara tetap tercapai tanpa mengganggu kelangsungan bisnis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index