JAKARTA - Memasuki 2026, geliat sektor properti disebut semakin kuat berkat kombinasi kebijakan pemerintah dan arah ekonomi yang lebih kondusif.
Para pelaku industri menilai kondisi tahun depan jauh lebih menjanjikan dibanding 2025, terutama karena efek domino insentif perpajakan serta suku bunga yang mulai bergerak turun.
Real Estate Indonesia (REI) menjadi salah satu pihak yang optimistis. Mereka menilai bahwa pasar perumahan akan menjadi lokomotif pertumbuhan, didorong perilaku konsumen yang kembali percaya diri dan skema pembiayaan yang semakin mudah diakses.
PPN DTP, Suku Bunga Turun, dan KUR Perumahan Jadi Pendorong Utama
Wakil Ketua REI Rusmin Lawin menjelaskan bahwa fondasi pemulihan sektor properti telah terbentuk melalui beragam kebijakan yang diperpanjang hingga beberapa tahun ke depan.
“Perpanjangan PPN DTP Insentif pajak ini diharapkan dapat meningkatkan penjualan properti, terutama untuk rumah tapak," ujarnya kepada Bisnis, dikutip Minggu.
Menurutnya, stimulus PPN DTP 100% yang berlaku hingga 2027 akan memberikan ruang besar bagi konsumen untuk membeli rumah dengan beban biaya yang jauh lebih ringan.
Ia menambahkan bahwa tren penurunan suku bunga juga menjadi katalis penting karena membuat cicilan lebih terjangkau bagi banyak keluarga muda.
Di sisi lain, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan menawarkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini memperluas peluang kepemilikan rumah yang sebelumnya sulit dijangkau oleh kelompok tertentu.
Namun, meski sektor ini dikelilingi insentif, Rusmin menegaskan bahwa tantangan klasik tetap ada dan memengaruhi kinerja para pengembang.
Kendala Klasik: Kenaikan Harga Material hingga Perizinan Rumit
Dalam pandangan REI, hambatan yang dihadapi industri properti dari tahun ke tahun masih serupa.
Rusmin menyebutkan salah satu tantangan terbesarnya ialah kenaikan harga bahan bangunan yang berdampak langsung pada biaya konstruksi dan margin keuntungan pengembang.
Selain itu, proses regulasi dan perizinan kerap menjadi rintangan yang menyulitkan. Ia menilai bahwa prosedur yang panjang dan kompleks dapat memperlambat bahkan menghambat penyelesaian proyek.
Belum lagi daya beli masyarakat yang masih fluktuatif. Meskipun ada insentif, keterbatasan kemampuan finansial tetap menjadi faktor penentu dalam penyerapan properti.
Menyambut tahun depan, ia menilai pengembang harus lebih cermat dalam membaca kebutuhan pasar dan menyusun strategi produk.
Menurutnya, hunian vertikal dan properti ramah lingkungan jadi pilihan yang semakin relevan.
Tak hanya itu, pengembang didorong memanfaatkan teknologi melalui digitalisasi pemasaran dan manajemen proyek guna meningkatkan efisiensi dan transparansi.
Kolaborasi dengan pemerintah juga dinilai krusial untuk memperjuangkan kepentingan industri, terutama dalam upaya reformasi kebijakan yang lebih pro-pembangunan.
Himpera Optimistis 2026: Kebijakan Pro-Investasi Dorong Sektor Perumahan
Optimisme mengenai 2026 juga datang dari Himpunan Pengembang Permukiman Rakyat (Himpera). Mereka menilai prospek perumahan tahun depan berpeluang menguat, terutama karena paket kebijakan pemerintah yang dinilai paling progresif dalam beberapa tahun terakhir.
Perpanjangan insentif pajak hingga 2027 dan perluasan KUR Perumahan disebut sebagai dorongan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kebijakan ini dianggap mampu memperbaiki rantai pembiayaan sekaligus membuka ruang investasi yang lebih luas.
Ketua Himpera Ari Tri Priyono menekankan bahwa meski peluang meningkat pesat, sejumlah hambatan struktural tetap perlu diwaspadai.
Ia menyebut ketidaksinkronan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah masih menjadi masalah serius. Hal itu sering kali berimbas pada lamanya waktu perizinan serta ketidakpastian regulasi di lapangan.
Selain itu, moratorium lahan sawah menjadi tantangan tambahan karena mengurangi ketersediaan lahan untuk pembangunan perumahan baru. Situasi ini membuat beberapa proyek harus ditunda atau dialihkan ke lokasi lain.
Ari juga menyoroti masalah kelayakan kredit (SLIK). Banyak calon pembeli terhambat hanya karena tagihan paylater bernilai kecil, sehingga status kredit mereka tidak memenuhi persyaratan bank.
Strategi Pengembang: Inovasi Produk dan Transformasi Digital
Menghadapi situasi yang kompleks namun menjanjikan, baik REI maupun Himpera sepakat bahwa adaptasi pengembang menjadi faktor penting dalam menjaga momentum pertumbuhan.
Pengembang yang mampu menawarkan produk sesuai kebutuhan pasar—baik hunian terjangkau, vertikal, maupun ramah lingkungan—dinilai akan memiliki peluang lebih besar dalam menarik minat konsumen.
Digitalisasi juga semakin tak terhindarkan. Mulai dari pemasaran hingga pengelolaan proyek, teknologi informasi membantu pengembang bekerja lebih efisien, transparan, dan cepat dalam merespons pasar.
Di tengah semua peluang dan tantangan tersebut, kolaborasi pemerintah dan pengembang menjadi kunci agar sektor properti di 2026 benar-benar tumbuh lebih bergeliat daripada tahun ini.