Fintech

Fintech Lending Wajib Perkuat Strategi Hadapi Tantangan 2026

Fintech Lending Wajib Perkuat Strategi Hadapi Tantangan 2026
Fintech Lending Wajib Perkuat Strategi Hadapi Tantangan 2026

JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyoroti sejumlah tantangan yang berpotensi memengaruhi kinerja fintech peer-to-peer (P2P) lending pada 2026.

Ketua Umum AFPI, Entjik Djafar, menyebutkan bahwa pengetatan aturan, kualitas kredit, manajemen risiko, dan perubahan perilaku borrower menjadi isu sentral bagi industri.

Menurut Entjik, perubahan perilaku borrower memerlukan perhatian khusus. Borrower yang kurang memahami produk finansial berisiko mengalami kesulitan membayar pinjaman tepat waktu.
Kondisi ini menuntut platform fintech lending untuk lebih adaptif dan melakukan strategi mitigasi risiko secara tepat.

Penguatan Credit Scoring dan Pemanfaatan Data Alternatif

“Oleh karena itu, platform fintech lending perlu memperkuat credit scoring,” kata Entjik kepada Kontan, Minggu.
Upaya ini menjadi langkah penting agar risiko kredit dapat diminimalkan dan platform mampu menyalurkan pembiayaan secara aman.

Selain itu, AFPI mendorong penggunaan data alternatif yang dapat memperkaya analisis profil borrower.
Segmentasi yang lebih presisi juga dibutuhkan agar pembiayaan diberikan kepada borrower berkualitas dan memiliki kemampuan bayar yang jelas.

Edukasi Literasi Keuangan untuk Borrower

Strategi lain yang dianjurkan AFPI adalah meningkatkan literasi keuangan bagi borrower.
Dengan edukasi, borrower diharapkan mampu mengambil keputusan pinjaman yang bijak, sehingga terhindar dari risiko utang menumpuk.

Pendekatan ini juga membantu membangun kesadaran finansial yang lebih baik, mendorong penggunaan pembiayaan secara produktif. Industri fintech lending dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan dengan borrower yang lebih memahami hak dan kewajibannya.

Peluang Optimalisasi Pembiayaan Produktif dan UMKM

Selain mitigasi risiko, AFPI menekankan potensi fintech lending untuk mendukung pembiayaan produktif dan UMKM.
Dengan regulasi yang semakin jelas dan kualitas penyaluran yang meningkat, sektor UMKM dapat lebih mudah mengakses modal.

Hal ini menjadi salah satu faktor pertumbuhan industri fintech yang signifikan, sekaligus mendukung pengembangan ekonomi lokal. Pemberian pembiayaan yang tepat sasaran meningkatkan peluang keberhasilan bisnis dan daya tahan borrower terhadap risiko finansial.

Kinerja Industri dan Proyeksi 2026

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai outstanding pembiayaan industri fintech lending mencapai Rp 90,99 triliun per September 2025. Angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan sebesar 22,16% secara Year on Year (YoY), menegaskan bahwa industri masih memiliki ruang ekspansi besar.

Tingkat rasio kredit macet atau TWP90 tetap terjaga di level 2,82%, menunjukkan manajemen risiko dan kualitas kredit relatif stabil. AFPI meyakini, dengan penguatan strategi kredit dan edukasi borrower, industri fintech lending dapat mempertahankan pertumbuhan positif pada 2026.

Strategi Berkelanjutan untuk Fintech Lending

Menghadapi tantangan tahun depan, industri fintech lending dituntut memperkuat credit scoring, memanfaatkan data alternatif, dan meningkatkan literasi keuangan borrower.
Pendekatan ini tidak hanya menekan risiko gagal bayar, tetapi juga mendorong pertumbuhan sehat dan keberlanjutan industri.

Dukungan terhadap pembiayaan produktif dan UMKM juga menjadi kunci agar modal tersalurkan secara efektif, berdampak positif bagi perekonomian. Dengan strategi yang tepat, fintech lending berpotensi menjadi pendorong inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi di era digital yang semakin kompleks.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index