Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan melemah pada hari pertama perdagangan setelah libur panjang Lebaran Idulfitri 2025, tepatnya Selasa, 8 April 2025. Pelemahan ini dipicu oleh tekanan global, terutama kebijakan tarif impor baru dari Amerika Serikat (AS) yang menimbulkan gejolak di pasar saham Asia.
Kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump yang diumumkan pada 2 April 2025 menjadi titik awal kekhawatiran investor global. Hal ini berdampak signifikan terhadap performa bursa Asia, yang kompak ditutup melemah pada perdagangan Senin, 7 April 2025.
Data mencatat, Indeks Nikkei225 Jepang merosot tajam sebesar 7,83% ke level 31.136,58. Sementara itu, Hang Seng Index Hong Kong terjun bebas hingga 13,46% ke posisi 19.774,53. Indeks saham utama China, Shanghai Composite Index, juga terkoreksi 7,34% ke level 3.096,58, sedangkan TAIEX Taiwan anjlok 9,70% ke level 19.232,35.
Menurut Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, aksi agresif Presiden Trump dalam menaikkan tarif impor telah menimbulkan kekhawatiran terhadap inflasi dan perlambatan ekonomi global. "Kebijakan tarif impor AS sangat berpengaruh pada kinerja bursa Asia. Kekhawatiran pasar meningkat karena risiko inflasi yang lebih tinggi serta tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi global," jelas Indy saat dihubungi pada Senin, 7 April 2025.
Ia juga menambahkan bahwa para pelaku pasar kini mencermati sejumlah data ekonomi penting, termasuk data pasar tenaga kerja AS serta inflasi Indonesia dan China yang dijadwalkan rilis pekan ini. "Investor bursa Asia juga memantau data inflasi Indonesia dan China, yang bisa menjadi indikator lanjutan terkait arah pasar," tambahnya.
IHSG Diprediksi Koreksi, Potensi Uji Level 5.800–6.000
Indy memperkirakan, IHSG kemungkinan besar akan mengalami koreksi dalam beberapa hari ke depan. Mengingat pasar modal Indonesia baru kembali dari libur panjang, maka respons terhadap sentimen negatif global bisa lebih dalam. "IHSG bisa menguji level bottom di kisaran 5.800–6.000, mengingat banyaknya ketidakpastian global yang belum mereda," ujar Indy.
Meski demikian, ia menyarankan investor untuk tetap mencermati sektor-sektor defensif seperti kesehatan dan konsumer. "Saham sektor kesehatan dan konsumer masih layak dipertimbangkan karena memiliki karakter defensif yang kuat dalam situasi ekonomi yang kurang menentu," katanya.
Sentimen Negatif Juga Tekan Harga Komoditas
Hal senada disampaikan oleh Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, yang menyebut bahwa pasar saham global telah merespons negatif sejak pengumuman kebijakan tarif impor AS. “Koreksi tidak hanya terjadi di pasar saham, tapi juga pada harga-harga komoditas global. Ini menunjukkan tekanan luas terhadap sektor riil,” katanya, Senin, 7 April 2025.
Untuk IHSG sendiri, Herditya menilai bahwa indeks masih dalam fase rawan terkoreksi. Selain sentimen negatif dari kebijakan tarif, penguatan dolar AS terhadap mata uang global, termasuk rupiah, juga menambah tekanan. “IHSG berpotensi melemah akibat efek berantai dari tarif impor dan penguatan dolar AS,” ujarnya.
Dari sisi teknikal, Herditya menjelaskan bahwa IHSG saat ini berada di awal wave B dari wave (Y). Ia memperkirakan IHSG akan bergerak dalam kisaran support di 6.265 dan resistance di 6.557 pada perdagangan Selasa (8/4). "Investor sebaiknya wait and see untuk beberapa hari ke depan sambil mencermati arah perkembangan pasar global," sarannya.
Prediksi dan Rekomendasi Saham
Founder WH-Project sekaligus pengamat pasar modal, William Hartanto, juga memproyeksikan IHSG akan bergerak melemah dalam rentang 6.275–6.600 pada perdagangan Selasa ini. Menurut William, koreksi yang terjadi merupakan dampak lanjutan dari tekanan global yang belum mereda.
Meski demikian, ia tetap memberikan satu rekomendasi saham yang layak dibeli. “Saya merekomendasikan saham PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) dengan target harga di level Rp1.865 per saham,” ungkap William. Namun untuk saham lainnya, ia menyarankan investor untuk tidak terburu-buru masuk.