Studi Ungkap Cara Aman Konsumsi Ramen bagi Kesehatan

Selasa, 23 September 2025 | 10:27:30 WIB
Studi Ungkap Cara Aman Konsumsi Ramen bagi Kesehatan

JAKARTA - Ramen sering kali jadi comfort food yang sulit ditolak, apalagi bagi pencinta kuliner Jepang. Kuah gurih berpadu mi kenyal membuatnya begitu populer, tidak hanya di Jepang tetapi juga di seluruh dunia. Namun, penelitian terbaru mengingatkan bahwa meskipun lezat, mengonsumsi ramen terlalu sering bisa berdampak pada kesehatan.

Studi gabungan dari sejumlah universitas di Prefektur Yamagata, Jepang, memberikan gambaran menarik mengenai hubungan antara frekuensi makan ramen dan risiko kesehatan. Temuan ini dipublikasikan dalam The Journal of Nutrition, Health and Aging pada Agustus 2025 dan menjadi sorotan luas karena menyangkut salah satu makanan ikonik Jepang.

Riset pada Ribuan Partisipan

Mengutip Japan Today (Senin, 22 September 2025), penelitian ini melibatkan 6.725 orang berusia 40 tahun ke atas yang tinggal di Prefektur Yamagata. Mereka dipantau selama 4,5 tahun dan dikelompokkan berdasarkan frekuensi konsumsi ramen, mulai dari kurang dari sebulan sekali hingga tiga kali atau lebih setiap minggu.

Peneliti juga menyesuaikan data dengan faktor gaya hidup dan kondisi kesehatan peserta. Hasilnya menunjukkan bahwa risiko kematian paling rendah terjadi pada kelompok yang makan ramen hanya sekali atau dua kali seminggu.

Sebaliknya, orang yang mengonsumsi ramen terlalu sering, yakni tiga kali atau lebih dalam sepekan, memiliki risiko kematian sekitar 1,5 kali lipat lebih tinggi dibanding mereka yang hanya menikmatinya sesekali.

Risiko Lebih Tinggi pada Kelompok Tertentu

Temuan riset semakin menarik ketika melihat kelompok usia dan kebiasaan tertentu. Pada peserta di bawah 70 tahun, konsumsi ramen tiga kali atau lebih seminggu meningkatkan risiko kematian hingga lebih dari dua kali lipat.

Sementara itu, mereka yang juga memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol sekaligus rajin makan ramen, menghadapi risiko lebih tinggi lagi—yakni 2,7 kali lipat dibandingkan dengan kelompok yang lebih jarang makan ramen.

Meski begitu, para peneliti menyebut bahwa hasil tersebut bisa dipengaruhi faktor lain. Misalnya, individu dengan riwayat hipertensi atau diabetes mungkin sudah menghindari ramen karena anjuran dokter. Sehingga, hubungan sebab-akibat langsung masih perlu penelitian lanjutan.

Tidak Berarti Ramen Berbahaya

Profesor Tsuneo Konta dari Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Yamagata menekankan bahwa studi ini tidak bisa disimpulkan sebagai bukti bahwa ramen berbahaya.

“Studi ini tidak serta merta berarti bahwa makan ramen berbahaya,” kata Konta.

Ia menambahkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membuat konsumsi ramen lebih sehat. Salah satunya adalah menghindari menghabiskan sup asin yang biasanya tersisa di dasar mangkuk. Selain itu, menjaga keseimbangan nutrisi dalam pola makan sehari-hari juga penting.

Dengan kata lain, kuncinya bukan melarang ramen sama sekali, melainkan mengatur frekuensinya agar tidak berlebihan dan memperhatikan pilihan gaya hidup yang lebih seimbang.

Ramen dan Kesehatan dalam Perspektif

Temuan ini sejalan dengan kekhawatiran umum mengenai makanan cepat saji atau olahan yang tinggi garam, lemak, dan kalori. Ramen instan maupun ramen restoran biasanya memiliki kandungan sodium yang cukup tinggi, sehingga bisa memicu tekanan darah tinggi bila dikonsumsi berlebihan.

Namun, konsumsi ramen dalam jumlah moderat tidak dianggap bermasalah. Bahkan, dalam konteks budaya Jepang, ramen tetap memiliki tempat istimewa sebagai bagian dari kuliner lokal. Penelitian ini justru memberikan panduan agar masyarakat bisa lebih bijak dalam menikmatinya.

Soto Betawi Menyalip Ramen

Menariknya, dalam waktu hampir bersamaan, kuliner Indonesia juga mencuri perhatian dunia. Soto Betawi dinobatkan sebagai sup terenak di dunia versi TasteAtlas, mengalahkan sejumlah varian ramen.

Dengan rating 4,7, Soto Betawi menempati peringkat pertama dalam daftar tersebut. Deskripsi dari TasteAtlas menggambarkan hidangan ini sebagai sup daging sapi dengan potongan daging dan jeroan, dimasak perlahan dalam kuah santan kaya rempah—seperti serai, kunyit, lengkuas, daun jeruk, dan ketumbar.

Saat disajikan, Soto Betawi biasanya dilengkapi dengan tomat, daun bawang, kecap manis, serta emping, yang menambah kekayaan rasa. Pengakuan internasional ini semakin mengukuhkan posisi Soto Betawi sebagai kuliner kebanggaan Nusantara.

Implikasi bagi Pecinta Kuliner

Bagi para pencinta ramen, studi ini bukanlah larangan untuk menikmati semangkuk ramen hangat. Pesan utama yang ingin disampaikan para peneliti adalah pentingnya mengatur pola makan. Menikmati ramen sekali atau dua kali seminggu, tanpa menghabiskan seluruh kuah asin, masih dalam batas aman.

Sementara itu, bagi pencinta kuliner Indonesia, kabar tentang prestasi Soto Betawi bisa menjadi dorongan untuk semakin melestarikan masakan tradisional. Bukan hanya lezat, Soto Betawi juga menawarkan profil rasa yang kaya rempah dan lebih seimbang dari sisi nutrisi.

Ramen tetaplah makanan lezat yang banyak digemari, tetapi konsumsi berlebihan bisa berdampak pada kesehatan, terutama bagi mereka yang berusia lebih muda atau memiliki kebiasaan minum alkohol. Studi di Prefektur Yamagata mengingatkan bahwa menjaga frekuensi konsumsi menjadi kunci agar tetap sehat.

Pada akhirnya, keseimbangan gaya hidup, termasuk pola makan bervariasi dan olahraga teratur, jauh lebih menentukan kesehatan jangka panjang. Dan sementara dunia memperdebatkan risiko ramen, Soto Betawi berhasil membawa harum nama Indonesia dengan predikat sup terenak di dunia.

Terkini

United Tractors (UNTR) Likuidasi Anak Usaha Dormant

Selasa, 23 September 2025 | 15:54:48 WIB

Agung Podomoro (APLN) Optimistis Capai Target Marketing Sales

Selasa, 23 September 2025 | 15:54:43 WIB

Pefindo Beri Peringkat idAA, BSDE Terbitkan Obligasi

Selasa, 23 September 2025 | 15:54:40 WIB

Manulife Indonesia Pimpin Aset Asuransi Terbesar Per Juni

Selasa, 23 September 2025 | 15:54:36 WIB