JAKARTA - Pemerintah tengah menimbang pemberian insentif nonfiskal guna mempercepat realisasi proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME). Langkah ini diharapkan dapat memperkuat daya tarik investasi sekaligus menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG.
Hingga kini, pemerintah baru memberikan insentif berupa royalti batu bara 0 persen untuk volume yang digunakan dalam produksi DME. Kebijakan tersebut menjadi bentuk dukungan fiskal pertama terhadap hilirisasi batu bara. Namun, pemerintah melihat perlu adanya stimulus tambahan agar proyek tersebut bisa lebih kompetitif secara ekonomi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita Susilawati, menyampaikan bahwa skema tambahan insentif masih dalam tahap pembahasan di tingkat kementerian.
“Sampai saat ini belum ada aturan baru yang secara spesifik mengatur tambahan insentif untuk proyek DME, selain yang sudah ditetapkan sebelumnya berupa royalti batu bara 0 persen,” ujar Rita.
Opsi Insentif Nonfiskal dan Potensi Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus
Selain insentif fiskal, pemerintah juga mengkaji kemungkinan pemberian stimulus nonfiskal, salah satunya melalui penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bagi proyek DME. Langkah tersebut dinilai dapat menciptakan iklim investasi yang lebih menarik sekaligus mempercepat pengembangan industri hilirisasi energi nasional.
Menurut Rita, pemberian status KEK bisa memberikan berbagai kemudahan, seperti akses infrastruktur, penyederhanaan perizinan, serta dukungan logistik. “Stimulus tersebut diharapkan dapat membuat proyek DME menjadi lebih menarik secara investasi,” jelasnya.
Namun, ia menegaskan bahwa wacana pemberian insentif nonfiskal tersebut masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan belum ditetapkan secara resmi.
Pemerintah menilai proyek gasifikasi batu bara memiliki nilai strategis tinggi dalam mendukung kemandirian energi nasional, sekaligus menciptakan rantai nilai baru dalam industri batu bara yang selama ini masih didominasi ekspor bahan mentah.
Proyek DME Diharapkan Jadi Solusi Substitusi Impor LPG
Siti Sumilah menegaskan bahwa proyek DME menjadi bagian penting dari strategi jangka panjang pemerintah dalam mengurangi impor LPG. Pasalnya, konsumsi LPG nasional terus meningkat setiap tahun, sementara sekitar 70 persen pasokan LPG Indonesia masih bergantung pada impor.
“Proyek DME memang diharapkan menjadi salah satu solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan impor LPG,” tuturnya.
Namun, ia menambahkan bahwa pemerintah belum menetapkan target waktu pasti kapan implementasi hilirisasi batu bara menjadi DME akan dimulai. Fokus utama pemerintah saat ini adalah menyelesaikan studi kelayakan dan menyiapkan skema keekonomian proyek agar bisa beroperasi secara berkelanjutan.
“Fokus kami masih pada penyusunan skema keekonomian agar proyek ini benar-benar feasible secara investasi,” kata Rita.
PTBA Siapkan Investasi Rp40 Triliun untuk Pabrik DME
Di sisi lain, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebagai salah satu pelaku utama dalam proyek hilirisasi batu bara menargetkan pembangunan pabrik pengolahan DME dapat mulai berjalan pada tahun depan.
Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, mengungkapkan bahwa perusahaan telah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk mempercepat pelaksanaan proyek tersebut. Proyek ini juga akan didukung oleh PT Pertamina Patra Niaga serta Satgas Hilirisasi Batu Bara.
“Semoga kalau enggak ada halangan, saya kira tahun depan sudah bisa mulai. Secara teknologi enggak ada isu, secara cadangan tidak ada isu,” ujar Turino dalam Hipmi-Danantara Indonesia Business Forum 2025.
Turino menjelaskan bahwa untuk membangun satu pabrik pengolahan batu bara menjadi DME, dibutuhkan investasi sekitar US$2,5 miliar atau setara Rp40 triliun. Angka tersebut mencakup biaya pembangunan fasilitas produksi, infrastruktur pendukung, hingga sarana distribusi.
Mendorong Daya Saing dan Hilirisasi Energi Nasional
Proyek gasifikasi batu bara menjadi DME menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam program hilirisasi energi dan sumber daya alam, sejalan dengan upaya transisi menuju kemandirian energi nasional.
Melalui dukungan insentif fiskal dan nonfiskal, pemerintah berharap proyek ini dapat menjadi model keberhasilan hilirisasi industri batu bara yang memiliki dampak luas, baik terhadap penciptaan lapangan kerja, pengurangan impor energi, maupun peningkatan nilai tambah sumber daya domestik.
Jika proyek DME berhasil direalisasikan, Indonesia berpotensi menghemat devisa impor LPG dalam jumlah signifikan sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru di sektor energi dan industri kimia.
Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa keberlanjutan proyek harus memperhatikan aspek keekonomian, teknologi, dan lingkungan. Dengan begitu, hilirisasi batu bara melalui DME tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga fondasi menuju sistem energi nasional yang tangguh dan mandiri.