JAKARTA - Warga DKI Jakarta kembali harus menghadapi kenyataan pahit soal kualitas udara. Berdasarkan data terbaru dari IQAir pada Selasa, 7 Oktober 2025 pukul 05.00 WIB, ibu kota tercatat memiliki kualitas udara yang tidak sehat.
Kondisi ini mendorong para ahli dan pemerintah untuk mengimbau masyarakat agar menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan serta mengambil langkah pencegahan lainnya demi menjaga kesehatan.
IQAir mencatat Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada pada angka 162 dengan tingkat konsentrasi polutan PM 2,5 sebesar 70,5 mikrogram per meter kubik. Angka tersebut 14,1 kali lebih tinggi dibandingkan dengan nilai panduan kualitas udara tahunan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kondisi ini menunjukkan udara Jakarta berada pada level yang dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit kronis.
Apa Itu PM 2,5 dan Mengapa Berbahaya?
Polutan PM 2,5 merujuk pada partikel halus berukuran kurang dari 2,5 mikron yang tersebar di udara. Partikel mikroskopis ini berasal dari debu, asap kendaraan, pembakaran industri, serta jelaga. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel ini dapat dengan mudah masuk ke saluran pernapasan dan menembus jaringan paru-paru, bahkan mencapai aliran darah.
Paparan jangka panjang terhadap PM 2,5 telah dikaitkan dengan risiko kematian dini, terutama bagi orang yang menderita penyakit jantung dan paru-paru kronis. Selain itu, partikel ini juga dapat memicu asma, gangguan pernapasan, dan penurunan fungsi paru pada anak-anak.
Jakarta Tiga Terburuk di Indonesia
Data dari IQAir menunjukkan bahwa kualitas udara Jakarta hari ini berada di peringkat ketiga terburuk di Indonesia. Posisi teratas ditempati oleh Serpong dengan poin 186, diikuti oleh Tangerang Selatan yang mencatat AQI 185.
Kondisi ini menggambarkan bahwa masalah pencemaran udara bukan hanya dialami Jakarta, tetapi juga menjadi tantangan di wilayah-wilayah penyangga yang terhubung secara langsung dengan aktivitas ibu kota.
Rekomendasi Kesehatan: Masker dan Kurangi Aktivitas Luar Ruangan
Dengan kondisi udara yang tidak sehat, para ahli dan otoritas kesehatan memberikan sejumlah rekomendasi agar masyarakat tetap terlindungi. Beberapa langkah yang disarankan antara lain:
Menggunakan masker berkualitas tinggi (seperti N95 atau KN95) saat berada di luar ruangan.
Mengurangi aktivitas di luar rumah, terutama pada pagi hari saat konsentrasi polutan cenderung tinggi.
Menutup jendela dan pintu rumah untuk mencegah udara luar masuk.
Menggunakan air purifier di dalam ruangan untuk menyaring polutan.
Langkah-langkah sederhana ini dapat membantu menurunkan risiko paparan polutan berbahaya dan melindungi kesehatan pernapasan masyarakat.
Sumber Polusi: Transportasi dan Industri Masih Jadi Penyumbang Terbesar
Menurut Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, penurunan kualitas udara tidak hanya disebabkan oleh aktivitas di dalam kota, tetapi juga oleh faktor meteorologi dan kontribusi dari wilayah aglomerasi seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Cianjur. Polusi lintas wilayah ini memperburuk kondisi udara Jakarta, terutama saat angin membawa partikel polutan dari daerah sekitarnya.
Hasil inventarisasi emisi menunjukkan bahwa sektor transportasi dan industri masih menjadi dua penyumbang utama pencemaran udara. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI, sektor transportasi menyumbang sekitar 75 persen dari total polusi udara di Jakarta, dengan kontribusi besar berasal dari kendaraan berat.
Strategi Pemprov DKI dalam Menekan Emisi
Menanggapi kondisi ini, Pemprov DKI Jakarta terus memperkuat langkah pengendalian emisi dari sektor transportasi dan industri. Beberapa langkah strategis yang kini dijalankan antara lain:
Mendorong penggunaan transportasi umum massal untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan raya.
Mewajibkan uji emisi kendaraan bermotor, termasuk penerapan penegakan hukum bagi kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi, terutama kendaraan berat.
Melibatkan pengelola kawasan industri dan bisnis sebagai bagian dari pengawasan emisi. Mereka diwajibkan melaksanakan uji emisi kendaraan operasional, termasuk kendaraan logistik dan pengangkut limbah.
Melakukan pengawasan ketat terhadap industri, seperti pengukuran emisi secara berkala, terutama bagi industri yang berpotensi tinggi menghasilkan pencemaran.
Upaya-upaya ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam jangka panjang, meskipun hasilnya tidak dapat dirasakan secara instan.
Kolaborasi Diperlukan untuk Udara yang Lebih Bersih
Kualitas udara Jakarta yang memburuk menjadi peringatan serius bahwa permasalahan polusi tidak bisa ditangani oleh pemerintah saja. Diperlukan kolaborasi semua pihak, termasuk masyarakat, pelaku industri, pengelola kawasan bisnis, hingga wilayah-wilayah penyangga.
Masyarakat dapat berkontribusi dengan cara beralih ke transportasi umum, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, serta memastikan kendaraan rutin menjalani uji emisi. Sementara itu, industri perlu memastikan proses produksinya mematuhi standar lingkungan yang ketat.
Kualitas udara Jakarta pada 7 Oktober 2025 menjadi sinyal kuat bahwa masalah polusi udara masih jauh dari selesai. Dengan AQI di angka 162 dan konsentrasi PM 2,5 yang jauh melebihi standar WHO, warga ibu kota harus lebih waspada terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkannya.
Menggunakan masker, mengurangi aktivitas luar ruangan, serta mendukung kebijakan pengendalian emisi adalah langkah-langkah penting yang dapat dilakukan saat ini. Dalam jangka panjang, solusi yang lebih menyeluruh melalui kolaborasi lintas sektor akan menjadi kunci terciptanya udara Jakarta yang lebih bersih, sehat, dan layak hirup.