JAKARTA - Upaya pemerintah mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) semakin nyata. Dalam langkah strategis terbaru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan proses perizinan proyek panas bumi kini hanya memerlukan waktu tiga bulan, jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya yang bisa memakan waktu hingga satu tahun.
Langkah percepatan ini disampaikan langsung oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 10 Oktober 2025. Ia menegaskan, penyederhanaan perizinan merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mempercepat realisasi investasi di sektor energi bersih yang kini menjadi fokus global.
Menurut Bahlil, birokrasi panjang selama ini menjadi salah satu hambatan terbesar dalam pengembangan proyek panas bumi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah kini mengubah mekanisme perizinan agar lebih efisien dan ramah investasi
“Panas bumi itu izinnya bisa sampai 1 tahun, tidak selesai-selesai. Tapi sekarang kita sudah mulai mengubah, cukup 3 bulan, sudah selesai. Tendernya pun tidak pakai lama-lama lagi,” ujar Bahlil.
Ia menjelaskan, percepatan tersebut dilakukan melalui penyederhanaan regulasi dan pemangkasan tahapan administratif tanpa mengurangi prinsip kehati-hatian dalam evaluasi proyek. Pemerintah, katanya, berkomitmen memastikan bahwa proses cepat bukan berarti abai terhadap aspek lingkungan dan keselamatan.
Bahlil menilai langkah ini penting mengingat permintaan terhadap energi hijau semakin meningkat di tingkat global. Perusahaan multinasional dan lembaga keuangan kini cenderung berinvestasi di negara-negara yang memiliki kepastian hukum dan proses perizinan cepat, terutama di sektor energi terbarukan seperti panas bumi, tenaga surya, dan angin.
“Dunia sedang bergerak menuju ekonomi hijau. Kalau kita lambat menyesuaikan, Indonesia bisa tertinggal. Jadi penyederhanaan izin ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal daya saing nasional,” jelasnya.
Langkah Strategis Dorong Investasi Energi Hijau
Panas bumi atau geothermal energy menjadi salah satu andalan utama Indonesia dalam mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan net zero emission (NZE) pada 2060. Indonesia bahkan disebut memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, dengan total cadangan lebih dari 23 gigawatt (GW).
Namun, potensi besar itu belum sepenuhnya dimanfaatkan karena proses perizinan dan perencanaan proyek yang berlarut-larut. Oleh sebab itu, kebijakan baru dari Kementerian ESDM diharapkan dapat membuka jalan bagi percepatan proyek-proyek baru di sektor ini.
Bahlil juga menyoroti pentingnya percepatan tender proyek panas bumi agar investor tidak kehilangan minat. Menurutnya, waktu tender yang terlalu panjang membuat beberapa investor menunda bahkan membatalkan rencana investasi mereka di Indonesia.
“Tendernya pun sekarang tidak pakai lama-lama lagi. Kami ingin semua proses dilakukan cepat, efisien, tapi tetap transparan,” tegasnya.
Dasar Hukum dan Penyederhanaan Proses
Perubahan mekanisme ini tetap berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam aturan tersebut, pengembang panas bumi wajib melalui sejumlah tahapan mulai dari penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) hingga lelang dan penerbitan Izin Panas Bumi (IPB).
Sebelumnya, proses ini bisa berlangsung antara enam hingga dua belas bulan karena melibatkan koordinasi lintas instansi, termasuk aspek lingkungan dan penggunaan kawasan hutan. Kini, melalui reformasi birokrasi yang dijalankan ESDM, seluruh tahapan tersebut dipangkas menjadi satu sistem terintegrasi dengan target penyelesaian maksimal tiga bulan.
“Kami ingin menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Semua perizinan akan diproses secara paralel, bukan bertahap seperti dulu. Dengan begitu, waktu tunggu investor bisa jauh berkurang,” jelas Bahlil.
Selain mempercepat proses perizinan, Kementerian ESDM juga tengah menyiapkan platform digital terintegrasi untuk memudahkan pelaku usaha memantau dan mengajukan izin secara daring. Sistem ini diharapkan meningkatkan transparansi dan efisiensi proses administrasi lintas lembaga.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Langkah percepatan izin panas bumi ini bukan hanya akan mempercepat pertumbuhan sektor energi bersih, tetapi juga mendorong penciptaan lapangan kerja baru serta meningkatkan ketahanan energi nasional.
Dengan pengembangan proyek panas bumi yang lebih cepat, pemerintah berharap dapat menurunkan ketergantungan pada energi fosil dan memperkuat komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris (Paris Agreement) dalam pengendalian emisi karbon.
Selain itu, percepatan izin ini juga diyakini akan mendorong peningkatan daya saing Indonesia sebagai tujuan investasi hijau di kawasan Asia Tenggara. Investor kini melihat kecepatan dan kepastian hukum sebagai faktor utama dalam memilih lokasi proyek energi terbarukan.
Bahlil menegaskan, kebijakan percepatan izin ini merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam membangun ekonomi hijau yang berkelanjutan. Ia memastikan, pemerintah akan terus memperbaiki regulasi agar sektor EBT bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi baru yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga inklusif.
“Proyek panas bumi ini memiliki nilai ekonomi tinggi dan akan menciptakan banyak lapangan kerja hijau. Jadi, kalau izinnya bisa diselesaikan lebih cepat, dampaknya akan langsung terasa di masyarakat,” katanya.
Kebijakan baru yang memangkas durasi perizinan menjadi hanya tiga bulan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah serius dalam memacu investasi hijau dan mempercepat transisi energi nasional. Dengan reformasi perizinan ini, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan potensi panas bumi secara optimal dan memperkuat posisinya sebagai pemimpin energi terbarukan di kawasan Asia.