Bea Keluar Batu Bara

Pemerintah Kaji Bea Keluar Batu Bara Mulai 2026

Pemerintah Kaji Bea Keluar Batu Bara Mulai 2026
Pemerintah Kaji Bea Keluar Batu Bara Mulai 2026

JAKARTA - Pemerintah kembali membuka ruang pembahasan kebijakan fiskal baru yang berpotensi mengubah peta penerimaan negara dalam beberapa tahun ke depan. 

Salah satunya adalah rencana pengenaan bea keluar untuk komoditas batu bara, yang disebut-sebut bisa mulai berlaku pada 2026 jika kajian selesai dan regulasi diterbitkan tepat waktu.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa wacana tersebut terus didalami lintas kementerian. Menurutnya, pemerintah melihat masih ada ruang optimalisasi penerimaan negara, terutama dari sektor yang selama ini memberikan porsi kontribusi lebih kecil dibandingkan komoditas lain.

Dalam pernyataannya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, Purbaya menyebutkan bahwa kepastian implementasi masih menunggu penyelesaian kajian. Namun, ia tidak menutup kemungkinan kebijakan ini mulai diberlakukan pada tahun depan.

“Sedang dibicarakan, mungkin tahun depan (diimplementasikan),” kata Purbaya.

Pertimbangan Penerimaan Negara Masih Terbuka Lebar

Purbaya menuturkan bahwa pemerintah tengah menimbang rasio penerimaan negara dari ekspor batu bara yang dianggap belum sebanding dengan potensi yang bisa digarap. Ia membandingkannya dengan komoditas minyak dan gas bumi (migas), yang memiliki pola kontrak PSC (Production Sharing Contract) cost recovery.

“Kalau PSC zaman dulu, kontrak sharing itu kan 85:15. 85 untuk pemerintah, 15 untuk (perusahaan) minyak. Batu bara kan lebih kecil dari itu. Ini masih bisa ditingkatkan lagi tanpa mengganggu industrinya itu sendiri,” ujarnya.

Dengan dasar itu, pemerintah menilai pengenaan bea keluar bisa menjadi instrumen untuk memperbesar pundi penerimaan tanpa harus merusak struktur industri batu bara yang selama ini menopang ekspor energi nasional.

Selain itu, langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah memperkuat basis fiskal dalam menghadapi kebutuhan belanja negara yang kian meningkat.

Daya Saing Batu Bara Disebut Tetap Aman

Walaupun bea keluar akan menambah beban biaya bagi pelaku industri, Purbaya memastikan bahwa daya saing batu bara Indonesia di pasar global tidak akan terpengaruh secara signifikan. Menurutnya, harga batu bara Indonesia masih memiliki margin yang cukup kompetitif dibandingkan produsen lainnya.

“Nggak (kemungkinan batu bara Indonesia tidak kompetitif). Hanya untuk mereka (pelaku industri) saja nanti yang lebih sedikit. Kalau dia (pelaku industri) naikin harga, ya nggak laku (nanti),” tambahnya.

Dalam pandangan pemerintah, mekanisme pasar akan tetap menjaga posisi batu bara Indonesia, sementara pelaku industri hanya perlu menyesuaikan margin keuntungan tanpa mengorbankan volume ekspor.

Rencana ini juga muncul berbarengan dengan wacana bea keluar emas pada 2026, yang tujuannya sama: memperkuat pendapatan negara dan memperluas ruang fiskal.

Target Penerimaan dari Emas Capai Rp6 Triliun

Untuk komoditas emas, Purbaya menargetkan penerimaan negara bertambah antara Rp2 triliun sampai Rp6 triliun dari penerapan bea keluar. Kebijakan ini disiapkan guna mendukung hilirisasi emas sekaligus memperkuat struktur pendapatan negara yang lebih berkelanjutan.

Kementerian Keuangan telah merampungkan pembahasan internal terkait desain bea keluar emas. Besaran tarif pun disepakati berada pada kisaran 7,5 persen hingga 15 persen.

Sementara itu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan mandat dari UU APBN 2026. Karena itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk mengatur bea keluar emas akan segera dirilis.

Ia menegaskan bahwa penerapan tarif ini tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga mendorong pengolahan emas di dalam negeri sebagai bagian dari agenda hilirisasi.

Regulasi Bea Keluar Batu Bara Masih Dikaji

Berbeda dengan emas yang tahapannya sudah lebih matang, bea keluar batu bara masih berada pada fase analisis awal. Pemerintah ingin memastikan kebijakan ini tidak menimbulkan distorsi yang merugikan industri maupun mengurangi minat pasar internasional.

Meski begitu, peluang penerapannya tetap terbuka lebar. Terlebih, tren harga batu bara global dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan fluktuasi yang masih mampu memberikan ruang bagi tambahan pungutan tanpa menghentikan ekspor.

Selain itu, pemerintah diyakini sedang meninjau sejumlah skenario tarif agar tetap sejalan dengan tujuan penguatan fiscal buffer tanpa menciptakan beban berlebih bagi produsen.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, wacana bea keluar batu bara diprediksi akan menjadi salah satu topik utama dalam diskusi kebijakan fiskal 2026, terutama karena potensi kontribusi fiskalnya yang cukup signifikan bila diterapkan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index