JAKARTA - Pemerintah telah mengalokasikan belanja negara sebesar Rp66,31 miliar hingga Oktober 2025 untuk mendukung infrastruktur pertanian dan perkebunan di Bali.
Dana ini mencakup berbagai program guna meningkatkan produktivitas dan perekonomian daerah.
Kepala Kanwil DJPb Bali, Muhammad Mufti Arkan, menyebut realisasi anggaran tersebut mencapai 63,83 persen dari total alokasi Rp103,88 miliar sepanjang 2025. Ia mendorong pemerintah daerah agar percepatan penyerapan anggaran segera dilakukan.
“Realisasi itu terbilang masih rendah karena beragam sebab, seperti penyesuaian petunjuk teknis hingga kontrak yang baru diselesaikan,” jelas Mufti, Selasa.
Skema Penyaluran Anggaran
Dana belanja pertanian disalurkan melalui dua skema, yakni Transfer ke Daerah (TKD) dan Belanja Pemerintah Pusat (BPP). Untuk TKD, pagu anggaran sebesar Rp2,67 miliar dengan realisasi Rp1,33 miliar atau 50 persen. Dana ini digunakan antara lain untuk mendukung operasional penyuluh pertanian.
Sementara itu, BPP memiliki pagu lebih besar Rp101,21 miliar, dengan realisasi mencapai Rp64,97 miliar atau 64,20 persen. Komponen utama berasal dari kegiatan operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi, termasuk bendungan, pengendali banjir, dan irigasi multikomoditas.
“Kegiatan yang terealisasi paling tinggi hingga 94 persen adalah rehabilitasi jaringan irigasi multikomoditas dan prasarana pendukung ketahanan pangan,” kata Mufti.
Komponen Strategis Masih Rendah
Beberapa program strategis lain masih di bawah 60 persen realisasi, seperti pengadaan alat dan mesin pra panen sebesar 58,78 persen, koordinasi pendampingan program strategis 37,38 persen, dan dokumen teknis serta kelembagaan irigasi hanya 35 persen.
Dibandingkan tahun sebelumnya, belanja sektor pertanian mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya adalah tidaknya pembangunan infrastruktur skala besar tahun ini, seperti bendungan untuk pengairan.
Mufti mencontohkan Bendungan Sidan di Gianyar, yang dibangun mulai 2018, menelan biaya total Rp1,5 triliun, dengan alokasi dari APBN tahun jamak 2022–2024 sebesar Rp582 miliar. Bendungan Tamblang di Buleleng juga menerima alokasi Rp820 miliar pada 2022.
Dukungan untuk Produk Unggulan: Kakao Bali
Pemerintah memberikan perhatian khusus pada sektor perkebunan, termasuk kakao sebagai salah satu produk unggulan Bali. Produk kakao, seperti cokelat, bahkan telah menembus pasar ekspor ke sejumlah negara.
Mufti menjelaskan, sektor pertanian dan perkebunan berkontribusi terhadap PDRB Bali, yakni 1,36 persen pada 2023 dan 1,34 persen pada 2024. Meskipun kontribusi kakao terhadap PDRB tidak besar, produk ini meningkatkan nilai tukar petani (NTP) secara signifikan.
“Di Bali, NTP umumnya sedikit di atas 100, tapi kakao terakhir pada Oktober 2025 berada di atas 100,” ucapnya. Hal ini menandakan kakao mampu memberi keuntungan tambahan bagi petani setempat.
Tantangan Produk Ekspor dan Upaya Mitigasi
Meski sektor pertanian, kehutanan, dan perkebunan berorientasi ekspor, produk Bali masih menghadapi tantangan. Salah satunya adalah kampanye hitam yang ditengarai muncul akibat persaingan antarnegara.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah bekerja sama dengan lintas kementerian/lembaga, melakukan pemantauan langsung di pasar. Jika ditemukan kampanye negatif terhadap produk ekspor Indonesia, kedutaan langsung mengirim surat mempertanyakan dasar klaim tersebut dan meminta koreksi.
“Kami terjun ke pasar, melihat produk. Kalau ada yang mencantumkan kampanye negatif, kedutaan langsung bertindak. Setelah itu mereka melakukan koreksi,” jelas Mufti.
Optimisme Percepatan Realisasi
Meskipun beberapa kegiatan strategis masih rendah, Mufti optimistis realisasi belanja pertanian Bali bisa meningkat. Dengan fokus pada percepatan kontrak dan penyesuaian petunjuk teknis, pemerintah berharap target penggunaan anggaran hingga akhir tahun dapat tercapai.
“Kami berharap dalam dua bulan ini realisasi bisa segera naik, sehingga pembangunan infrastruktur pertanian dapat mendukung produktivitas dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.