Rosan dan Purbaya Siapkan Misi Negosiasi Utang Whoosh ke China

Rabu, 26 November 2025 | 13:36:11 WIB
Rosan dan Purbaya Siapkan Misi Negosiasi Utang Whoosh ke China

JAKARTA - Upaya pemerintah dalam menyelesaikan persoalan utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali menunjukkan perkembangan baru. 

Kali ini, fokus diarahkan pada koordinasi tingkat tinggi antara Menteri Investasi sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani, dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Rosan memastikan bahwa komunikasi dengan Purbaya berjalan intens, terutama terkait rencana perjalanan bersama ke China untuk melanjutkan negosiasi mengenai restrukturisasi utang. Ia menegaskan bahwa tahap awal persiapan telah dilakukan melalui diskusi teknis dan penyusunan proposal yang matang.

“Kita komunikasi terus dengan beliau, dengan Pak Purbaya,” kata Rosan kepada wartawan, Rabu (26/11/2025).

Menurut Rosan, proses awal telah dimulai dengan mengirimkan tim advance yang bertugas membuka dialog awal dengan pihak China. Tahap ini dinilai penting sebelum pembahasan formal digelar langsung oleh jajaran menteri terkait.

Negosiasi Dijalankan Secepatnya

Rosan menjelaskan bahwa ia dan Purbaya akan turun langsung pada tahap final pembicaraan sebagai bentuk komitmen pemerintah memastikan solusi terbaik bagi keberlanjutan proyek Whoosh. Ia menyebut bahwa waktu kunjungan belum diumumkan secara eksplisit, tetapi penjadwalan sedang dipercepat.

“Kita tentunya akan kirim tim advance dulu untuk bicara dengan tim dari China, itu sudah berjalan, tapi nanti gongnya mungkin saya dengan Pak Purbaya.”

Meski tidak menyebut tanggal pasti, Rosan memberi sinyal kuat bahwa negosiasi kemungkinan besar direalisasikan sebelum tahun berganti.

“Insyaallah,” ujar Rosan saat ditanya apakah pertemuan tersebut akan terlaksana tahun ini.

Kabar mengenai persiapan kunjungan ke China ini sejalan dengan pernyataan sebelumnya dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang mengungkapkan keterbukaan dirinya untuk ikut terlibat dalam tim negosiasi yang dibentuk pemerintah. 

Menurut Purbaya, keputusan tersebut bertujuan memastikan bahwa diskusi mengenai skema pembayaran utang berjalan komprehensif dan tepat sasaran.

“Nanti, mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi untuk diskusi seperti apa nanti pembayarannya. Kalau itu jadi, mungkin saya diajak biar tahu diskusinya seperti apa,” ujar Purbaya di Universitas Airlangga, Surabaya, dikutip Selasa 11 November 2025.

Skema APBN dan PSO Mulai Dimatangkan

Selain agenda kunjungan, pemerintah juga tengah meninjau kembali opsi pelibatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pembiayaan utang Whoosh. 

CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, dalam kesempatan berbeda menjelaskan bahwa opsi tersebut tengah dimatangkan dengan mempertimbangkan landasan hukum dan kebutuhan layanan publik.

Dia mengungkapkan bahwa pemerintah telah memiliki payung regulasi yang memungkinkan penggunaan mekanisme public service obligation (PSO) untuk mendukung pembiayaan proyek transportasi massal. Dengan demikian, keterlibatan APBN bukan merupakan langkah yang keluar dari ketentuan.

"Sedang kita matangkan, pemerintah pasti hadir, kan itu ada undang-undangnya juga untuk prasarana dan juga untuk mass transportasi itu adalah tanggjung jawab pemerintah,” kata Rosan di Istana Negara, Jakarta, Rabu.

Namun demikian, Rosan menegaskan bahwa konsorsium pengelola Whoosh tetap wajib menanggung biaya operasional proyek. Ia enggan berkomentar lebih jauh mengenai bentuk final skema pembayaran utang, terutama setelah opsi APBN disebut semakin terbuka di tengah pembahasan pemerintah.

Struktur Pembiayaan dan Konsorsium Proyek Whoosh

Sebagai informasi, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung Whoosh merupakan hasil kolaborasi antara BUMN Indonesia dan pihak China. Konsorsium Indonesia melibatkan sejumlah perusahaan besar milik negara, antara lain PT KAI, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).

Total nilai investasi Whoosh mencapai US$7,2 miliar. Angka tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya atau cost overrun sekitar US$1,2 miliar yang muncul selama masa konstruksi dan penyempurnaan proyek.

Skema pendanaan proyek ini terdiri dari 75% pinjaman dari China Development Bank (CDB) dan 25% setoran modal pemegang saham. Komposisi pemegang saham ialah PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 60% dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. sebesar 40%.

Struktur pembiayaan tersebut menjadi salah satu alasan kuat mengapa proses negosiasi ulang perlu dilakukan secara hati-hati. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap langkah tidak hanya mengurangi beban utang, tetapi juga menjaga kesinambungan operasi serta efisiensi anggaran negara.

Terkini