JAKARTA - Pembahasan mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 memasuki tahap krusial seiring pendekatan periode penetapan.
Pemerintah menegaskan bahwa data pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2025 akan menjadi faktor utama dalam penentuan upah minimum tersebut, karena periode waktu penetapannya harus dilakukan sebelum akhir tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga menjadi referensi penting dalam formula UMP, mengingat rentang waktu pengambilan keputusan tidak memungkinkan menunggu data kuartal berikutnya.
Pemerintah pun menegaskan bahwa pembahasan formula dan skema perhitungan sudah tuntas dilakukan di tingkat internal.
Pertumbuhan Ekonomi Jadi Acuan Utama Penetapan UMP
Dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, Airlangga menjelaskan bahwa UMP 2026 akan mengacu pada data pertumbuhan ekonomi kuartal III tahun 2025. Angka tersebut dijadikan acuan karena keputusan UMP wajib ditetapkan sebelum 31 Desember 2025.
"UMP tergantung pertumbuhan di kuartal III," ujarnya.
Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III tahun 2025 tercatat sebesar 5,04 persen secara tahunan (yoy). Angka ini menjadi salah satu komponen yang akan mempengaruhi perhitungan upah minimum tahun berikutnya.
Airlangga juga memastikan bahwa pembahasan mengenai formula UMP sudah rampung. Tidak ada kendala yang dianggap substansial, dan seluruh materi telah dibahas di tingkat pemerintah.
"Nanti (keputusan) di Kemnaker, sedang diajukan ke pemerintah," terangnya.
Dengan demikian, keputusan final berada di tangan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang akan mengumumkan UMP 2026 sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Apindo Tekankan Pentingnya Penetapan Alfa yang Bijaksana
Di sisi lain, pembahasan soal indeks alfa (α) kembali mengemuka sebagai salah satu variabel yang berpengaruh dalam penghitungan UMP 2026. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menekankan bahwa penetapan alfa harus dilakukan secara proporsional dan tidak diseragamkan untuk semua daerah.
Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Darwoto, menjelaskan bahwa alfa menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Dalam forum Economic and Labour Insight di Jakarta, ia menyampaikan bahwa kebijakan upah harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi daerah, tingkat produktivitas, dan kapasitas usaha tiap sektor.
"Kebijakan yang adaptif ini diperlukan agar keberlanjutan usaha dan serapan tenaga kerja tetap terjaga," ujar Darwoto dalam acara yang berlangsung pada Selasa.
Menurutnya, penetapan alfa membutuhkan kehati-hatian karena pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata dipengaruhi oleh tenaga kerja. Faktor lain seperti investasi, teknologi, efisiensi produksi, hingga total factor productivity (TFP) turut memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja ekonomi wilayah.
Variabel Alfa Dinilai Tidak Tepat Jika Diseragamkan
Darwoto menambahkan bahwa alfa tidak dapat diberlakukan secara seragam di seluruh provinsi, mengingat perbedaan struktur ekonomi di tiap daerah.
Ada wilayah yang mengandalkan sektor padat karya, sementara wilayah lain bertumpu pada industri padat modal atau teknologi tinggi. Perbedaan karakteristik tersebut membuat kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi tidak sama.
Ia menekankan bahwa kebijakan yang seragam justru berpotensi menciptakan ketidakseimbangan, baik bagi perusahaan maupun bagi pekerja. Di satu sisi, kenaikan upah yang tidak sejalan dengan kondisi usaha dapat membebani perusahaan dan mengganggu produktivitas.
Di sisi lain, upah yang ditetapkan terlalu rendah tidak mencerminkan kontribusi tenaga kerja yang sebenarnya.
Dengan demikian, Apindo mendorong agar pemerintah melihat alfa sebagai variabel yang bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi ekonomi lokal. Penentuan besaran alfa yang tepat dinilai mampu menjaga kelangsungan usaha sekaligus melindungi hak pekerja.
Pemerintah Siap Ambil Keputusan Akhir Melalui Kemnaker
Meski ada beragam masukan dari berbagai pihak, pemerintah memastikan bahwa proses penetapan UMP tetap berjalan sesuai mekanisme. Seluruh hasil pembahasan teknis telah dirampungkan, dan Kementerian Ketenagakerjaan akan menjadi pihak yang menentukan serta mengumumkan keputusan final.
Dengan data pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 sebagai acuan utama, pemerintah berharap penetapan UMP 2026 dapat mencerminkan kondisi riil perekonomian nasional sekaligus mempertimbangkan keberlanjutan usaha dan kesejahteraan pekerja.