Petani

Krisis Regenerasi Petani dan Ancaman Ketahanan Pangan Nasional

Krisis Regenerasi Petani dan Ancaman Ketahanan Pangan Nasional
Krisis Regenerasi Petani dan Ancaman Ketahanan Pangan Nasional

JAKARTA - Di tengah meningkatnya tantangan pangan global, Indonesia dihadapkan pada persoalan mendesak: semakin sedikitnya generasi muda yang berminat menjadi petani. 

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena sektor pertanian masih menjadi tulang punggung penyedia pangan nasional. Rendahnya minat pemuda bukan hanya masalah jumlah, tetapi juga ancaman terhadap keberlanjutan inovasi yang seharusnya hadir melalui regenerasi petani.

Data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan hanya 21 persen petani berasal dari kelompok muda. Angka ini menjadi alarm serius yang harus segera dijawab dengan strategi dan edukasi yang tepat agar masa depan ketahanan pangan tidak kian rentan.

Regenerasi Petani yang Mandek dan Dampaknya

Perwakilan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia, Gregorius Saragih, menegaskan bahwa rendahnya partisipasi pemuda harus menjadi perhatian utama. Menurutnya, proporsi pemuda di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan kelompok usia lanjut, sehingga seharusnya menjadi motor regenerasi petani.

“Proporsi pemuda di negeri ini jauh lebih besar dibandingkan usia lanjut, padahal mereka berperan penting dalam regenerasi petani yang menggunakan inovasi dan teknologi,” ujarnya saat seminar bertema Menggali Potensi Pemuda dalam Menjaga Ketahanan Pangan Nasional di Aula Soeratman FP USU, Rabu.

Gregorius menyebut masalah utamanya adalah kurangnya edukasi dan persepsi keliru terhadap profesi petani. Banyak anak muda menganggap pekerjaan tersebut kurang menjanjikan, padahal sektor pertanian memiliki peluang besar untuk berkembang melalui inovasi teknologi modern.

Ia menegaskan bahwa profesi petani adalah pekerjaan mulia dan sangat membutuhkan sentuhan generasi muda. “Penggunaan pupuk dan metode yang ramah lingkungan harus mulai didorong oleh pemuda,” katanya menekankan pentingnya praktik pertanian berkelanjutan.

Pemuda Butuh Keberanian Beraksi, Bukan Sekadar Menuntut

Kepala Prodi Agribisnis FP USU, Dr. Rulianda Purnomo Wibowo, melihat bahwa peran pemuda dalam ketahanan pangan tidak boleh berhenti pada tuntutan fasilitas dan dukungan. Pemuda, menurutnya, harus berani turun langsung dan memberikan kontribusi nyata di lapangan.

“Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian pemuda memberikan inovasi dan turun langsung membantu masyarakat,” ucapnya.

Rulianda mencontohkan dua figur inspiratif, yaitu Kasim Arifin dari Aceh yang dikenal dengan pengabdian dan pemberdayaan petani, serta William Kamkwamba, inovator muda Malawi yang membangun kincir angin sederhana untuk menggerakkan pompa air bagi desanya.

Kedua tokoh itu dianggap sebagai simbol bahwa sejatinya perubahan tidak selalu membutuhkan fasilitas besar, melainkan kemauan kuat dan fokus pada solusi.

Menurutnya, seminar seperti yang dilaksanakan ini diharapkan mampu memperkuat kolaborasi di lingkungan kampus sehingga menghasilkan terobosan baru dalam dunia pertanian. Ia menilai ekosistem yang mendukung sangat penting untuk memicu ide-ide inovatif dari kalangan mahasiswa.

Peran Literasi Pangan dan Media Sosial oleh Generasi Muda

Mantan Ketua BEM FP USU 2023/2024, M. Rofiqul Firdaus Siregar, menilai ruang kontribusi pemuda dalam dunia pertanian sangat luas, terutama pada ranah literasi pangan. Kehadiran media sosial menjadi alat ampuh bagi generasi muda menyebarkan edukasi dan inovasi yang dapat menginspirasi masyarakat.

Ia melihat banyak petani milenial mulai muncul dan memberi pengaruh positif terhadap mahasiswa pertanian. Para petani muda tersebut menunjukkan bahwa profesi petani dapat berkembang dengan kreativitas, teknologi, dan inovasi yang relevan dengan era digital.

Selain itu, Rofiqul menyoroti masih adanya kelompok tani yang belum mengetahui program-program pemerintah yang dapat mereka akses. Salah satunya adalah potongan harga pupuk subsidi sebesar 20 persen yang belum seluruh petani pahami.

“Padahal, ketersediaan pupuk yang terjangkau merupakan faktor kunci dalam penguatan ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

Hambatan informasi seperti ini membuat pemanfaatan program pemerintah tidak maksimal, sehingga peran pemuda sebagai jembatan informasi sangat dibutuhkan.

Pupuk Subsidi dan Pentingnya Pendataan Akurat

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia 2025/2026, Muzammil Ihsan, mengapresiasi peningkatan alokasi pupuk subsidi nasional. Menurutnya, kenaikan dari sekitar 4,5 juta ton menjadi 9,5 juta ton merupakan langkah penting untuk menjaga produktivitas petani di tengah berbagai tekanan sektor pertanian.

Namun, Muzammil menekankan bahwa penyaluran pupuk subsidi harus dilakukan secara tepat sasaran agar tidak terjadi ketimpangan distribusi. Ia mengingatkan pentingnya pendataan yang akurat.

“Petani harus terdaftar dalam sistem e-RDKK agar benar-benar menjadi penerima manfaat,” katanya lagi.

Ia melihat pendataan yang baik menjadi kunci utama agar kebijakan pemerintah dapat berjalan efektif serta benar-benar dirasakan petani yang membutuhkan.

Penutup: Momentum Besar untuk Menggerakkan Pemuda

Masalah rendahnya minat pemuda menjadi petani bukan sekadar isu sektor pertanian, melainkan persoalan keberlanjutan bangsa. Pemuda hari ini dituntut bukan hanya untuk berwacana, tetapi terlibat aktif dalam upaya menghadirkan solusi.

Melalui edukasi, aksi nyata, inovasi teknologi, dan pemanfaatan media sosial, regenerasi petani masih sangat mungkin digerakkan. Dukungan data yang akurat, kebijakan pemerintah, serta kolaborasi kampus dan masyarakat menjadi fondasi penting agar pemuda melihat pertanian sebagai bidang masa depan, bukan pekerjaan masa lalu.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index