EGIS

EGIS Perkuat Tata Lingkungan Nasional Lewat Integrasi Data

EGIS Perkuat Tata Lingkungan Nasional Lewat Integrasi Data
EGIS Perkuat Tata Lingkungan Nasional Lewat Integrasi Data

JAKARTA - Upaya pemerintah memperkuat tata kelola lingkungan hidup memasuki tahap penting setelah Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) resmi meluncurkan Environmental Geospatial Information System atau EGIS KLH/BPLH pada Rapat Koordinasi Tata Lingkungan 2025. 

Peluncuran sistem ini menandai perubahan besar dalam cara pemerintah mengelola, menganalisis, dan memanfaatkan data spasial sebagai dasar perumusan kebijakan lingkungan.

EGIS tidak hanya dirancang sebagai pusat informasi geospasial tematik, tetapi juga sebagai platform strategis yang bisa digunakan untuk menghasilkan keputusan berbasis sains. 

Dengan hadirnya sistem tersebut, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap langkah pembangunan berlandaskan data presisi, bukan sekadar asumsi atau diskusi normatif.

Peluncuran EGIS turut diperkuat dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama dua lembaga kunci—Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sinergi ini menjadi tonggak penting dalam memperluas integrasi data antarinstansi.

Implementasi Regulasi Baru dan Penguatan Satu Data Lingkungan Hidup

EGIS KLH/BPLH dikembangkan sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Nomor 18 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik Lingkungan Hidup. 

Regulasi tersebut menegaskan kewajiban pemerintah untuk menghadirkan basis data tematik yang akurat, mutakhir, serta mudah diakses bagi para pemangku kepentingan.

Sistem ini juga sejalan dengan agenda besar mewujudkan Satu Data Lingkungan Hidup Indonesia. Dengan mengintegrasikan data geospasial lintas sektor, pemerintah berharap dapat meningkatkan efektivitas pemantauan kondisi lingkungan di seluruh wilayah Indonesia.

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menekankan bahwa seluruh kebijakan pembangunan harus berpijak pada data yang dapat diverifikasi. 

“Sebesar 70% aksi mitigasi berada di daerah. Itu berarti masa depan komitmen Indonesia setelah COP30 ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat di daerah hari ini dan seterusnya,” ujar Hanif.

Pernyataan tersebut menegaskan betapa pentingnya data berkualitas dalam memastikan komitmen lingkungan Indonesia dapat tercapai secara terukur.

Sinergi KLH/BPLH, BIG, dan BMKG Perkuat Integrasi Spasial

Peluncuran EGIS disertai dua MoU strategis yang memperluas kolaborasi antarinstansi. MoU antara KLH/BPLH dan BIG mencakup dukungan penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik (IGT) lingkungan hidup, sinkronisasi data lintas kementerian/lembaga, serta kolaborasi program nasional berbasis geospasial.

Adapun MoU dengan BMKG mengatur kerja sama dalam bidang perlindungan lingkungan hidup, kajian meteorologi, klimatologi, geofisika, penerapan teknologi modifikasi cuaca, serta publikasi terintegrasi yang dapat memperkuat pengambilan keputusan berbasis sains.

Kolaborasi ini penting karena persoalan lingkungan tidak dapat dikelola dengan pendekatan sektoral. Dampak cuaca ekstrem, perubahan iklim, hingga degradasi lahan membutuhkan integrasi data yang menyeluruh dan saling melengkapi.

EGIS KLH/BPLH sendiri menyediakan sejumlah fitur utama seperti peta interaktif, analisis spasial, tata kelola IGT, serta layanan berbagi pakai berbasis API. Fitur-fitur tersebut memungkinkan pemerintah pusat dan daerah bekerja lebih efektif dalam melakukan pemantauan dan pengambilan keputusan.

Saat ini, sistem tersebut telah memuat 71 jenis IGT Lingkungan Hidup, terdiri dari 31 IGT eksisting serta 40 usulan baru yang akan dikembangkan lebih lanjut sesuai standar kualitas nasional.

Teknologi Geospasial dan Kolaborasi Jadi Kunci Keberlanjutan

Menteri Hanif Faisol menegaskan bahwa keberhasilan EGIS tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga kolaborasi lintas pemangku kepentingan. Menurutnya, pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga dunia usaha harus bekerja bersama untuk memastikan bahwa data geospasial dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Ia menekankan bahwa lingkungan tidak boleh dipandang sebagai beban pembangunan, tetapi sebagai dasar keberlanjutan ekonomi jangka panjang. 

Dengan dukungan EGIS, pemerintah berharap setiap keputusan pembangunan memiliki analisis yang lebih komprehensif, termasuk mempertimbangkan risiko bencana, daya dukung lingkungan, dan keberlanjutan ekosistem.

Sistem ini juga diharapkan membantu daerah dalam memperbaiki tata ruang, memperkuat perencanaan, dan meningkatkan kapasitas mitigasi bencana. Melalui pemetaan intensif, pemerintah bisa memahami pola perubahan lingkungan, potensi kerusakan, hingga kebutuhan perlindungan yang lebih tepat sasaran.

Selain itu, EGIS membuka ruang bagi publik untuk mendapatkan akses informasi yang lebih transparan. Ketika data lingkungan dapat diakses secara luas, partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian lingkungan akan semakin kuat.

Dengan diluncurkannya EGIS dan diperkuatnya sinergi antarinstansi, KLH/BPLH menegaskan bahwa tata kelola lingkungan hidup ke depan harus bertumpu pada data ilmiah, integrasi informasi, dan kolaborasi menyeluruh. 

Langkah ini menjadi fondasi penting dalam memastikan Indonesia mampu menjaga keberlanjutan ekologis sekaligus memenuhi komitmen lingkungan di tingkat global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index